KONTRUKSI AGAMA




Dalam pemikiran evolusioner yang cukup khas seperti abad ke-19, agama dianggap sebagai suatu kondisi awal manusia yang menjadi asal dari hukum, ilmu pengetahuan, dan politik modern lalu kemudian terpisah.  pada abad ke-20 ini hampir semua antropolog meninggalkan ide-ide evolusioner era Victoria, dan banyak yang sudah menantang pemikiran-pemikiran rasionalis bahwa agama hanyalah sesuatu yang bersifat primitive dan, maka dari itu, adalah sebuah bentuk yang ketinggalan zaman dari institusi-institusi dalam bentuk sebenarnya (hukum, politik, ilmu pengetahuan) pada kehidupan modern. Bagi para antropolog abad ke-20 ini, agama bukanlah bentuk kuno dari pemikiran ilmiah, bukan pula tentang kerja keras sekuler yang kita hargai sekarang; berlawanan dengan kedua hal itu, agama adalah sebuah jarak/tempat dari praktik dan kepercayaan manusia yang tidak bisa dikurangi menjadi yang lain. Dari sini tampaknya mengikuti esensi/inti agama yang tidak bisa tertukar dengan, katakanlah, esensi politik, walaupun dalam masyarakat tertentu kedua hal tersebut bisa tumpang tindih dan terjalin satu sama lain. 
Dalam sebuah bagian yang halus/tajam, Louis Dummont memberi tahu kita bahwa umat Kristen abad pertengahan adalah sebuah masyarakat yang sedemikian campuran:
Saya akan tidak menganggap bahwa sebuah perubahan dalam hubungan memerlukan/mengharuskan sebuah perubahan dalam apapun hal yang terkait. Jika sepanjang sejarah agama kita telah mengembangkan (pada suatu titik tertentu, dengan pengaruh lain yang memainkan peran) sebuah revolusi dalam nilai-nilai sosial dan telah melahirkan dengan membelah menjadi dua, seperti halnya, pada dunia otonomi tentang institusi dan spekulasi politik, maka pastinya agama juga akan berubah dalam prosesnya. Kita sadar akan adanya beberapa perubahan penting dan tampak, tapi, saya sampaikan, kita tidak menyadari perubahan dalam naluri agama sendiri seperti yang dijalani oleh beberapa individu, katakanlah seorang pemeluk Katolik. Semua orang tahu jika agama sebelumnya adalah masalah perkelompok dan telah menjadi masalah individu (dalam prinsipnya; dan dalam praktik setidaknya dalam banyak lingkungan dan situasi). Namun jika kita lanjut untuk menegaskan kalau perubahan ini berkorelasi dengan kelahiran negara modern, persoalan ini tidak biasa seperti yang sebelumnya. Mari kita pergi lebih jauh: agama abad pertengahan adalah jubah yang hebat—saya berpikir tentang Jubah Bunda Maria yang Pengasih. Sekali ia menjadi urusan perseorangan, ia kehilangan kapasitasnya untuk merangkul semua dan menjadi satu di antara pertimbangan-pertimbangan setara lainnya, yang mana politik adalah yang utama. Setiap orang boleh, tentu saja, dan mungkin bahkan akan, mengenal agama (atau filsafat), sebagai pertimbangan yang merangkul semua seperti agama digunakan sebelumnya secara sosial. Tetapi dalam tingkatan konsensus sosial atau ideologi, orang yang sama akan berpindah pada konfigurasi nilai yang berbeda dimana nilai-nilai otonomi (keagamaan, politik, dll) tampaknya disandingkan, seperti halnya individu yang disandingkan dalam masyarakat.



Kunjungi Dimensi Agama aspek Sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN TERBARU

Keselamatan Umat non Islam dalam Al-Qur'an

MENINJAU ULANG POSISI AHLI KITAB DALAM AL-QUR’AN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hermeneutika Dosen: Prof. Syafa...