Sejarah Agama Khonghucu

Sejarah Agama Khonghucu

Oleh:
Muhammad Habibul Musthofa
Muhammad Thoriqul Hidayat
Rina Putru Z
Ayatullah Bangun
M.C. Azhar
M. Ibrahim


                            Program studi Perbandingan Agama
 Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam
2016/2017


BAB PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
sebagai mahasiswa program studi Perbandingan Agama, tentunya mahasiswa harus memiliki pemahaman tentang agama-agama. Pemahaman agama-agama yang mendalam harus dikuasai, khususnya pemahaman agama-agama yang ada di Indonesia, seperti Islam, Budha, Hindu, Konghucu, Kristen dan Katolik. Mahasiswa harus mengetahui sejarah, perkembangan dan pertumbuhan ajaran-ajaran agama-agama. Sehingga nantinya mampu menumbuhkan sikap toleran terhadap agama-agama yang berbeda.
Peneliti memfokuskan perhatiannya pada agama Konghucu di Indonesia. Khususnya dari aspek sejarah dan perkembangannya. Sehingga peneliti berharap dapat mengetahui sejarah dan perkembangan agama Konghucu dan mengetahui gambaran  perkembangannya di Indonesia.
b. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu peneliti masih awam tentang agama konghucu dan peneliti ingin mengetahui tentang agama konghucu lebih mendalam. Dan diharapkan nantinya peneliti dapat mengetahui dan memahami tentang agama konghucu. Oleh karenanya kami merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah agama Konghucu di Tiongkok mauapun di Indonesia?
2.      Apa isi ajaran-ajaran agama Konghucu ?
3.      Bagaimana perkembangannya di Indonesia?
e. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative research) dengan tujuan mengungkapkan suatu fenomena untuk memperoleh pemahaman dengan data yang berupa data kualitatif. Dalam hal ini pengumpulan data menggunakan data pustaka, observasi dan wawancara.
1.      Data Pustaka
Peneliti menggunakan studi pustaka dan penelaah naskah untuk memperoleh pemahaman awal tentang agama yang dipeoleh dari buku-buku yang terkait.
2.      Data Observasi
Peneliti mengamati langsung objek yang ditelti. Peneliti melakukan pengamatan secara seksama dan teliti di klenteng atau tempat peribadatan agama Konghucu.
3.      Data Wawancara
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan tanya jawab secara langsung dengan narasumber. Peneliti melakukan wawancara dengan pengelola klenteng tentang agama konghucu.

d. Landasan Teori
Ungkapan  Max Muller “He who knows one, knows none” sudah menjadi pedoman sarjana  yang medalami studi Agama, seperti halnya dalam Perbandingan Agama. Ungkapan yang berarti orang yang hanya tahu satu agama pada dasarnya tidak tahu tentang agama sama sekali, telah menjadi semangat sarjana dalam memahami agama. Berangkat dari itu, peneliti ingin mengetahui tentang suatu agama, yakni agama Khonghucu. Agama Khonghucu adalah agama yang dibawa Kong Fu Tze, atau dikenal khonghucu. Di Barat dikenal dengan Confucius.
 Dengan perhatiannya yang demikian cermat kepada perilaku pribadi dan aturan moral, ajaran Konfusius memandang kehidupan dari sudut pandang yang lain daripada pandangan agama-agama lainnya. Namun hal ini tidak menyebabkan ajaran Konfusius itu kehilangan martabatnya sebagai suatu agama. Jika agama diartikan secara luas, sebagai suatu cara hidup yang dirangkai sekitar perhatian terakhir manusia, jelas sekali ajaran Konfusius memenuhi syarat itu. Bahkan jika agama diartikan secara lebih sempit sebagai perhatian untuk meluruskan manusia dengan landasan eksistensinya yang melampaui kemanusiaaan itu, ajaran Konfusius masih merupakan agama.[1]
            Di Indonesia, ajaran Khonghucu sebagai sebuah agama baru diakui pada era pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 2000. Keberadaan agama Khonghucu di Indonesia sebelum era Gus Dur dilarang. Kegiatan-kegiatan keagamaan berupa ibadah, ritual, dan perayaan hari besar, pernikahan dan sebagainya dilarang digunakan secara resmi dalam sistem administrasi pemerintahan, namun secara keyakinan tetap dianut oleh orang-orang Tiongkok. Kini, agama ini menikmati kebebasannya mengekspresikan diri dalam sistem tata kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sebagaimana agama-agama yang resmi lainnya.[2]

BAB PEMBAHASAN

Sejarah Agama Khonghucu
Tradisi Tiongkok Kuno
Masyarakat tiongkok kuno percaya bahwa alam adalah sesuatu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka, yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni alam langit, alam bumi dan alam baka. Pertama: alam langit (Tian Jie) adalah menunjuk pada suatu alam yang didiami dan menjadi kegiatan para Raja Langit (Tian Wang) dan para Dewi Langit (Tian Shen). Alam ini dipandang sebagai pusat pemerintahan alam semesta yang mengatur seluruh kehidupan di alam bumi. Orang-orang besar yang berjasa di bidangnya masing-masing terhadap masyarakat Tionghoa di masanya dapat naik menjadi dewa dewi di alam itu. Kedua, alam bumi (Ming Jie) adalah alam yang menunjuk pada bumi tempat manusia berada, yang menjadi tempat tinggal dan tempat kegiatan dari seluruh makhluk hidup.  Ketiga, alam baka (You Jie) adalah alam yang menunjuk pada alam di bawah bumi atau alam sesudah kematian.  Alam ini menjadi tempat tinggal dan kegiatan dari roh-roh (Ling) dan hantu (Gui) dari manusia setelah meninggal dunia. Leluhur orang Tiongkok mempercayai bahwa kehidupan setelah meninggal lebih kurang sama dengan kehidupan manusia di dunia ini. Setiap orang akan menjalani pengadilan, dimana ada orang yang akan memperoleh hadiah maupun hukuman dari dewa atau pejabat alam ini. Di alam Baka terdapat 10 istana Yan Luo (shi Dian Yan Luo) dan 18 tingkat neraka (Shi Ba Ceng Di yu).[3]
            Selain itu, bangsa Tiongkok kuno sangat mempercayai adanya dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan alam. Diantar dewa-sewa itu yang memiliki kedudukan tinggi dalam pemujaannya yaitu Feng-Pa (Dewa Angin), Lei-Shih (Dewa Angin topan yang digambarkan dengan naga besar), Tsai-Shan (dewa pengusa bukit suci), serta dewa Ho-Po yang dianggap sebagai dewa tertinggi yang berkuasa di sungai Hwang-Ho (sungai Kuning). Dewa ini digambarkan sebagai dewa berbentuk manusia berkendaraan dua ekor naga besar.[4]
Khonghucu (551-479 SM)
Khong hucu adalah sang maha guru, dia disebut sebagai nabi Khonghucu.  Seperti dalam tulisan Singgih Basuki, menurut Harold H. Titus, ia adalah guru dan administrator yang pemikiran-pemikirannya memberi bentuk pada sejarah Tiongkok sampai aban 20. Ia seorang yang sangat berpengaruh dan dihormati dalam sejarah Tiongkok. Ia termuda dari sebelas bersaudara, bapaknya meninggal ketika ia masih berusia muda. Hidup dalam suasana kehidupan biasa yang akhirnya terdidik sendiri karena bekerja berat. Sumbangannya yang terpenting melalui ajaran-ajarannya yang diakuinya orisinil dan membawa kebijaksanaan prinsip orang-orang terdahulu. Ia menekankan perlunya sastra, prinsip-prinsip tindakan serta ketatanegaraan. Tugas pendidikan menurutnya untuk menghasilkan manusia yang super. Cita-citanya adalah keharmonisan individual dan masyarakat yang teratur dan didasarkan rasa hormat timbal balik dan kewajiban moral antara penguasa dan menteri, bapak dan anak, saudara tua dan saudara muda, suami dan isteri, teman dan temannya. Diantara kebajikan yang dia tekankan adalah cinta kepada anak serta cinta yang ikhlas.[5]
Keluarga Nabi Kongzi Ayah : Siok Liang Hut, ibu : Gian Tien Cai.  Khonghucu adalah anak bungsu, beliau mempunyai 9 kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki bernama Bing Phi. Nama kecil Kongzi ialah Khiu (artinya bukit). Beliau mempunyai nama alias Tiong Ni, artinya anak kedua dari Bukit Ni. Waktu Kongzi berusia 3 tahun ayah beliau wafat. Beliau dibesarkan dan diasuh oleh Ibu-nya terpisah dengan kakak-kakak-nya. Pada usia 15 tahun beliau sudah mempunyai semangat belajar yang luar biasa. Tetapi keadaan keluarga tidak memungkinkan beliau menuntut ilmu di bangku pendidikan dan terpaksa bekerja. Pada usia 19 tahun beliau menikah dengan puteri keluarga Kian Kwan dari Negeri Song. Dari pernikahan ini mendapatkan seorang putera, bernama Li alias Pik Gi, dan dua orang anak perempuan. Pada usia 24 tahun ibu beliau wafat. Beliau berkabung selama tiga tahun. Jenazah kedua orang tua Beliau di makamkan di Gunung Hong. Setelah selesai masa berkabung beliau menerima murid. Pada usia 29 tahun Beliau belajar musik kepada Su Siang, seorang guru musik yang termasyur.Pada usia 30 tahun, dengan bantuan 2 orangmurid-Nya bernama Lam-Kiong King Siok dan Bing I Cu, beliau pergi ke negeri Zhou mempelajari kesusilan dan Peradaban Dinasti Zhou. Di sana beliau bertemu dengan penjaga perpustakaan kerajaan, bernama Loo Tan atau Loo Cu atau Lao zi, dan guru besar musik bernama Tiang Hong.Pada usia 35 tahun Beliau ke negeri Cee atau Qi karena di negeri Lo atau Lu terjadi kekalutan, dan rajanya Pangeran Ciau lari ke negeri Cee. Waktu itu negeri Cee dipeintah oleh raja muda King dengan Perdana Menterinya Yan Ing atau Yan Ping Tiong yang terkenal pandai di negeri Cee. Setahun kemudian Kongzi kembali ke negeri Lo dan mendidik murid-murid-Nya.Antara usia 51 – 55 tahun Beliau aktif di pemerintahan dan menjabat Menteri Kehakiman merangkap Perdana Menteri di negeri Lo. Pada usia 56 tahun Beliau meninggalkan Negeri Lo dan mulai pengembaraannya ke berbagai negeri sebagai Bok Tok Tuhan (Genta Rokhani) menebarkan ajaran Beliau selama tiga belas tahun. Pada tahun 483 SM putera Beliau, Khong Li, meninggal dunia. Pada tanggal delapan belas bulan dua penangalan Imlik. Dihitung dengan penanggalan Masehi tahun 479 SM, Kongzi wafat.[6]

Teologi Agama Khonghucu
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan:"Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".[7]
Kitab Suci
Kitab suci agama Khonghucu sampai bentuknya yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci tertua berasal dari Raja Suci Gia (2357-2255 SM) atau bahkan sejak zaman Fu Xi (3000 SM). Adapun yang termuda ditulis oleh murid Kongzi yaitu Bingcu (wafat 289 SM). Kitab suci yang berasal dari nabi purba sebelum Kongzi ditambah Chunqiujing (kitab atau catatan zaman Cun Ciu/ musim semi dan musim gugur) yang ditulis sendiri oleh Kongzi sesuai wahyu dari Thian dalam kitab yang disebut Wujing. Kitab tersebut disempurnakan dan dihimpun menjadi kitab yang pokok, kini disebut Ngo King (kitab suci yang lima). Sedangkan ajaran-ajaran Khonghucu yang dibukukan oleh murid-muridnya dan diperteas oleh bingcu, terhimpun dalam kitab Su Si (kitab suci yang empat).[8]


1.Kitab  Su Si                    
Kitab ini merupakan himpunan empat buah kitab yaitu: Thai Hak/Ta Sie (ajaran besar), Tiong Yong/Cung Yung (tengah sempurna), Lun Gie/Luen Yu (sabda suci) serta Bing Cu/Meng Ce. Pada sampul depan tertulis Pat Sing Giam Kwi (delapan pengakuan iman) dari agama Khonghucu.
2. Kitab Ngo King/ Wu Cing
Kitab suci ini menjadi sumber ajaran utama umat Khonghucu selain kitab Su Si. Kitab ini terdiri dari lima kitab, yaitu Si King/She cing (Sanjak), Su King/Su Cing(dokumentasi), Ya King/ I Cing(perubahan), Lee King (Kesusilaan dan peribadatan) dan Chun Chiu King/Ch’uen Ch’iu (hikayat zaman Chun Chiu).[9]

Keimanan
Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
a.Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
b.Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
c.Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
d.Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
e.Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (ChengYang Xiao Shi)
f.Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
g.Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
h.Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)[10]       


Intisari ajaran Khong Hu Cu
 1.Tian                            
 Tian adalah Maha Pencipta alam semesta. Manusia tidak dapat memahami hakikat sejati Tian sehingga Ia dilambangkan dengan ciri-ciri berikut: Yuan: yang selalu hadir. Heng: yang selalu berhasil. Li: yang selalu membawa berkah. Zhen: yang selalu adil, tidak membeda-bedakan.
2.Xing        
Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian(Tian Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala ciptaannya. Manusia sulit mengenal ixingnya karena tertutup oleh emosi, napsu; maka manusia harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun xing setiap manusia berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu Ren(perikemanusiaan).
3.Ren
Ren atau peri kemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Zhong(setia) dan Shu(solidaritas). Zhong merupakan kependekan dari istilah zhong yi Tian (setia kepada Tuhan), yaitu berserah diri ,lahir dan batin kepada Tuhan. Shu merupakan kependekan dari istilah shu yi ren(solidaritas kepada sesama manusia atau"cinta kasih sejati". Terdapat dua istilah yang menerangkan arti Shu lebih lanjut. Ji shuo bu yi wu shi yi ren, yaitu "apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain". (Lunyu)Ji yi li er li ren, ji yi da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak, buatlah orang lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga maju".[11]





Sejarah Agama Khonghucu di Indonesia
Istilah Khonghucu atau Kong Fu Zi yang dikenal di Indonesia dengan agama Khonghucu diambil dari dialek Hokian (Fujian) yang berkembang di kalangan warga keturunan Tiongkok di pulau Jawa. Adapun agama Khonghucu adalah agama yang yang mengajarkan suatu kelembutan atau agama kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal lebih awal 2500 tahun sebelum lahirnya Khonghucu. Kong zi (Hua Yu), Khongcu (Hokian), atau dalam bahasa latin dikenal dengan Confucius adalah seorang nabi terakhir dalam agama Khonghucu, lahir pada tanggal 27 bulan VIII tahun Imlek 0001/551 SM. Khonghucu diyakin sebagai nabi terbesar dalam agama Khonghucu, sehingga menamai Ru Jiao dengan Confuciusme, yang di Indonesia disebut dengan agama Khonghucu.
Menurut Bunsu Candra Setiawan, dalam tulisan Singgih Basuki, sejarah dan masuknya agama Khonghucu terbagi menjadi beberapa zaman:[12]
1. Zaman Akhir Pra-Sejarah
Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukannya benda bersejarah di berbagai daerah Indonesia membuktikan bahwa eksistensi agama Khonghucu sudah ada sejak masa akhir pra-sejarah. Para ahli menemukan bukti bahwa telah ada sejenis bangsa Indo Tiongkok pada tahun 300 SM. Mereka mengambil kebudayaan Neolitikum dari kebudayaan Tiongkok, dan kemudian dikembangkan sendiri menjadi kebudayaan Dongson (Tongsan).
2. Zaman Hindu                                                 
 Percampuran kebudayaan Dongson dan asli sudah terjadi sedemikian rupa ketika orang-orang india datang di nusantara membawa serta sistem budaya tradisi Hindu dan Budha. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 136 SM, agama Khonghucu ditetapkan sebagai agama resmi orang Tionghoa. Sehingga orang-orang Tionghoa yang datang ke Indonesia pada saat itu membawa sistem budaya dan nilai-nilai keagamaan Khonghucu sebagaimana dilakukan oleh Fa Hian (414) dan I Tsing (672 dan 685). Pada masa itu orang-orang Tiongkok sudah tinggal diberbagai wilayah Indonesia dengan berbagai jenis mata pencaharian. Orang-orang Tionghoa hidup sebagai pedagang terdapat di kota-kota pantai seperti, Sriwijaya, Banten, Cirebon,Demak,Tuban,Giri,Ujung Pandang, Ternate. Sebagai petani di daerah Kalimantan Barat, Bangka Belitung. Sebagai Nelayan terdapat di Bagan Siapi-api; sebagai tukang kayu di Singkawang, Pontianak, dan sekitarnya.
3. Zaman Penjajahan
Seiring dengan berjalannya waktu, agama Khonghucu tumbuh dan berkembang di Nusantara. Untuk itu didirikanlah lembaga-lembaga agama Khonghucu seperti rumah abu untuk menghormati arwah leluhur serta kelenteng sebagai rumah ibadah di berbagai tempat dan wilayah di Indonesia.  Seperti pada tanggal 17 Maret 1990 didirikanlah lembaga sosial kemasyarakatan agama Khonghucu pertama di Indonesia dengan nama Tiong Hoa Hwee Kwan disingkat THHK  di Batavia/Jakarta.  Selain itu, berdiri organisasi Khong Kauw Hwee di Solo pada tahun 1918. Kemudian menyebar ke kota-kota di Indonesia seperti Bandung,Bogor,Malang,Ciamis dan lain-lainnya.
Selanjutnya pada zaman penjajahan Jepang, ditandai pecahnya perang dunia II tahun 1942, yang dibarengi datangnya tentara jepang ke Indonesia, secara praktis aktivitas rohani Khong Kauw Hwee terhenti. Banyak Litang/ Klenteng dipakai sebagai tempat penampungan para pengungsi dari berbagai golongan, suku dan agama.
4. Masa Kemerdekaan
Pada tanggal 11-12 Desember 1954 di Solo diadakan konfresi antar tokoh agama Khonghucu membahas kemungkinan dihidupkan lagi Khong Kauw Hwee. Maka pada 16 April berhasil ditegakan pusat lembaga tertinggi agama Khonghucu dengan nama “Perserikatan Chiao Hui Indonesia” atau PKHCI. Semenjak itu lembaga itu terus berkembang dan mengadakan Kongres di bebagai daerah. Pada kongres IV di Solo nama PKHCI berubah menjadi Lembaga Sang Khongcu Indonesia (LASKI). Pada kongres V, yang Juga di Solo, LASKI berubah jadi GAPASKI (Gabungan Perkumpulan Agama Khonghucu Indonesia). pada kongres VI di Solo 23-27 Agustus 1967 GAPASKI disempurnakan menjadi MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia).
Pada tahun 1965, keluar penetapan Presiden No. 1/ Pn.Ps/1965 oleh prsiden Soekarno tentang pencegahan dan penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Dalam enjelasannya disebutkan bahwa agama-agama yang dipeluk penduduk Indonesia berdasarkan sejarahnya ada 6 yaitu:Islam,Kristen,Katolik, Hindu,Budha serta Khonghucu. Dengan demikian agama Khonghucu pada era orde lama diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
Namun, sejak era orde baru di bawah pemerintahan presiden Soeharto. Pada tahun 1967 presiden mengeluarkan Inpres NO.14 yang mengatur pembatasan-pembatasan terhadap agama, kepercayaan dan kebudayaan golongan etnis Tiongkok. Pada sidang kabinet tanggal 27 Januari 1979 secara tegas dinyatakan Khonghucu bukanlah agama. Sejak itu, status dan pelayanan umat Khonghucu terkait dengan administrasi kependudukan dan pemerintahan tidak jelas.
Pada masa reformasi,agama Khonghucu memperoleh angin segar dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. sejumlah tokoh nasional (Gus Dur, Amien Rais dan lain-lain) serta organisasi sosial keagamaan, dalam hal ini Muhammadiyah dalam sidang tanwir di Bandung 3-5 Desember 1999, mendorong pemerintah untuk mengakui secara resmi agama Khonghucu sebagai agama resmi di Indonesia.
Harapan besar muncul bagi umat Khonghucu saat pemerintahan RI di bawah Presiden Abdurrahman Wahid yang mencabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1967,digantikan dengan Keputusan Presiden (Kepres) N.6 tahun 2000. Pemerintah juga menetapkan Imlek sebagai hari Libur Nasional. Sejak itu, umat Khonghucu dapat merayakan Ibadah dengan terbuka, seperti merayakan tahun baru Imlek.

Analisa
Dari pembahasan di atas dapat di ketahui bahwa umat Khonghucu  masih mempercayai adanya dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan alam, seperti tradisi tiongkok kuno. Hal ini dipertegas oleh Margo dan Tentrem Rahayu selaku pengelola klenteng Poncowinatan  yang mengatakan Dalam agama Khonghucu tidak melarang umatnya untuk menyembah dewa-dewa yang lain. Seperti meyakini bahwa naga menurut mereka adalah binatang kedewaan yang tingkatannya paling tinggi.
 Dan diketahui bahwa agama Khonghucu ada di Indonesia sudah  sejak lama, sekitar zaman pra-sejarah. Atau paling tidak sejak sebelum negara Indonesia ada, Seperti di dirikananya Klenteng di Yogyakarta, menurut Margo dan Tentrem Rahayu selaku pengelola klentenng mengatakan “ Klenteng Poncowinatan  berdiri sejak tahun 1881, atas dukungan Sultan Hamengku Buwono VIII “. [13]











KESIMPULAN

            Agama Khonghucu adalah agama yang dibawa oleh Khonghucu (Kongzi), oleh orang barat disebut Confucius. Agama Khonghucu adalah agama dari Rujiao, sebenarnya Rujiao itu berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Sehingga  Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan:"Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut".
Agama Khonghucu mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di" yang terkandung dalam delapan pengakuan keimanan. Inti ajarannya berupa Tian, Xing dan Ren. Dan semua itu ada dalam Kitab suci agama ini yaitu: Kitab  Su Si dan kitab Ngo King/ Wu Cing.
Di Indonesia, agama Khonghucu diperkirakan ada sejak zaman Pra-sejarah,dan terus berkembang pada zaman Hindu-Budha.seiring dengan perkembangannya, pada zaman Penjajahan di Indonesia sudah ada lembaga-lembaga agama Khonghucu seperti rumah abu untuk menghormati arwah leluhur serta kelenteng sebagai rumah ibadah di berbagai tempat dan wilayah di Indonesia. pada zaman Kemerdekaan, era Soekarno atau Orde lama, Agama Khonghucu diakui sebagai salah satu dari enam agama yang resmi di Indonesia. Namun, pada Orde baru, Agama Khonghucu dilarang, terjadi pembatasan-pembatasan terhadap agama, kepercayaan dan kebudayaan golongan etnis Tiongkok.
Pada era reformasi, mendapat dorongan dari berbagai tokoh dan organisasi keagamaan agar negara mengakui agama Khonghucu, umat agama Khonghucu mulai diakui kembali. Dibuktikan pada masa pemerintahan Gus Dur, Agama Khonghucu menjadi agama yang resmi diakui negara.






DAFTAR PUSTAKA

Basuki,Singgih.2014.Sejarah, Etika dan Teologi Agama Khonghucu. Yogyakarta: Suka Press.
Smith, Huston.1985. terj. Safroedin Bahar. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sejarah agama khonghucu. Diambil dari: http://matakin.or.id/page/sejarah-agama-khonghucu




[1] Huston Smith,Agama-Agama Manusia terj. Safroedin Bahar (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985), hlm. 220.
[2] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu (Yogyakarta: Suka Press, 2014), hlm. 6.
[3] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu,hlm. 14-15.
[4] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm. 21.         
[5] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm. 34.
[6] Sejarah agama khonghucu. (Diambil dari: http://matakin.or.id/page/sejarah-agama-khonghucu), pada 27 Februari 2016 jam 21.23 wib

[8] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm. 105.
[9] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm. 106-112.
[10] Confuciusme, pada 27 Februari 2016 Jam 22.11 wib
[11] Confuciusme ,27 Februari 2016 Jam 22.11 wib
[12] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm. 58-70.
[13] Wawancara dengan Margo dan Tentrem Rahayu selaku pengelola klenteng Poncowinatan. Pada hari Senin, 22 Februari 2016

Analisis film Tanda Tanya (2011)


Nama    : Muhammad Habibul Musthofa
NIM       : 15520003
Matkul  : Agama dan Gender


Analisis film Tanda Tanya (2011)
1.       Judul Film            : Tanda Tanya
-          Menceritakan tentang 3 keluarga dengan latar belakang yang berbeda. Keluarga Tan Kat Sun yang memiliki restoran cina, keluarga Soleh seorang pria penggangguran, tapi memiliki isteri yang cantik dan solehah, keluarga Rika seorang janda dengan seorang anak, yang memiliki hubungan dengan Surya, pria muda yang tidak ingin menikah. Dimana keluarga-keluarga ini saling berhubungan dengan permasalahan pandangan status, agama, dan suku yang berbeda.
2.       Analisis Gender :
a.       Konstruksi Sosial
 Perlu diketahui bahwa situasi masyarakat sebagian besar dikonstruksi oleh manusianya sendiri. Manusia diajak untuk tidak mempersoalkan kemapanan (budaya) yang telah terjadi. Seolah budaya (tradisi,adat) dan teologi adalah daerah tabu atau terlarang bagi manusia untuk menjamahnya. Daerah terlarang ini dimanfaatkan bahkan dimanipulasi oleh manusia yang meletakkan  dirinya “diatas sesamanya”.  Manusia yang berada di pinggiran dikonstruksi sebagai manusia kelas dua (subordinat).  Diajarkan kepada mereka melalui pendidikan (tradisi, adat) bahwa situasi seperti ini sudah “kodrat”, tidak dapat diubah.[1]
Dalam analisis ini, tentunya banyak konstruksi-konstruksi sosial yang dibentuk dalam cerita film ini.  Pandangan-pandangan yang membedakan dan  merendahkan terhadap status,agama,dan suku sangat terlihat dalam film ini. Sebagai contoh tercuplik dalam perkataan dalam film ini, “sipit,dasar cina edan”, “ orang murtad gak boleh ke masjid”, “ orang islam jangan masuk ke gereja” dan sebagainya.  Namun, dalam tulisan ini akan fokus dalam permasalahan gender yang terjadi, yang mana akan menyorot tokoh wanita, terutama tokoh bernama Rika dan Menuk. Yang mana tokoh-tokoh tersebut mengalami perlakuan atau  sikap yang “kurang adil”.
b.       Bentuk-bentuk Diskriminasi
                                                                                                         I.            Beban Ganda
Dalam film ini tokoh Menuk menjadi perhatian dalam permasalahan gender menyangkut beban ganda. Tokoh Menuk adalah seorang isteri yang bekerja, memiliki seorang anak dan suaminya bernama Saleh, seorang yang taat beragama,namun seorang yang pengangguran/susah cari kerja. Pokok bahasan disini yakni Menuk yang seorang isteri yang bekerja menafkahi keluarga dan di dalam rumah dia juga menjadi ibu rumah tangga,melayani suami, mengurus anak sementara suaminya santai-santai di teras rumah.
Disini terilhat bentuk ketidakadilan terhadap wanita yang mana seorang isteri memiliki dua tugas berat (beban ganda).   Dalam hal ini seharusnya perlu adanya pembagian tugas, terutama tugas di dalam rumah.
                                                                                                       II.            Kekerasan
Bentuk ketidakadilan berupa kekerasan juga terjadi terhadap tokoh Menuk. Kekerasan ini hanya berbentuk kekerasan verbal bukan fisik. Awal terjadinya kekerasan bermula dari permasalahan sang suami yang pengangguran. Dari hal itu, sang suami mulai terbebani, yang seharusnya menafkahi keluarga tapi malah isterinya yang menfakahi. Karena itu, terjadilah percekcokan, sang suami merasa malu, minta cerai. Hal itulah bentuk kekerasan verbal, terlihat ini bukan kesalahan sang isteri, namun sebenarnya karena suami yang pengangguran. Namun disini, wanita mendapat perlakuan ketidakadilan.
                                                                                                     III.            Marginalisasi dan Stereotipi
Tokoh yang mengalami marginalisasi (terpinggirkan) dan stereotip (pelabelan) adalah Rika. Rika adalah seorang janda beranak satu dan memiliki teman pria bernama Surya. Sebenarnya dalam kasus yang diterima Rika yang seorang wanita juga bisa terjadi kepada seorang laki-laki. Tokoh Rika mengalami marginalisasi dan stereotip bermula karena tindakan dia yang menjadi seorang yang murtad (keluar dari islam) dan hubungan special dia terhadap seorang laki-laki.  Karena sikap dia yang begitu, dia lalu terpinggirkan, dihakimi orang-orang sekitar. Dan juga karena sikapnya itu dia dicap sebagai wanita gak baik, wanita kafir di lingkungan sekitarnya.

c.       Akar Diskriminasi
Dalam kasus ini akar-akar diskriminasi terletak pada kultur “patriarki” yang terlegimitasi dalam agama atau pun tradisi-tradisi di masyarakat.  Sehingga dalam hal ini wanita mengalami ketidakadilan berupa otoritas rendah dan kekerasan.
3.       Kesimpulan        :
 peran ganda yang hanya ditujukan kepada wanita, peran dimana selain sebagai ibu rumah tangga, wanita juga bekerja di luar rumah mencari penghasilan. Juga stereotip yang mengatakan wanita emosional, lemah yang seakan-akan menjadi “kodrat wanita”.  Telah membuat wanita menjadi termarginalisasi dan penomorduaan, yang mana telah menciptakan kultur “patriarki”. Kultur dimana laki-laki mendominasi (mayoritas) dan wanita menjadi minoritas. Sehingga menciptakan kekerasan terhadap wanita dan berbagai bentuk ketidakadilan.  

Maka itu, diperlukan dekonstruksi ,seperti yang dikerjakan Helen Cixous. Dimana berusaha menumbangkan ketertutupan oposisi biner hirarkis antara laki-laki dan wanita yang selama ini terlanjur dianggap sesuatu yang “kodrati”.[2]





[1] Kris Budiman, Feminografi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), viii
[2] Kris Budiman, Feminografi,125

konteks Pengalaman Keagamaan

Nama   : Muhammad Habibul Musthofa
NIM     : 15520003
Matkul : Ilmu Perbandingan Agama 1


Konteks pengalaman keagamaan
Pengalaman keagamaan terjadi pada situasi yang khas dan konkrit, yaitu dalam konteks-konteks ruang, waktu, sejarah, sosial, kejiwaan,  dan tentunya dalam konteks agama-agama itu sendiri. Pengalaman keagamaan juga berhubungan dalam konteks fisik, sehingga hubungan tersebut patut  memperoleh perhatian.
Unsur kesejarahan berpengaruh penting terhadap pengalaman keagamaan, semisal konservatif, ortodoks, tradisional, modern dan sebagainya. Suatu agama yang berunsur konservatif cenderung menolak perkembangan-perkembangan baru karena lebih menekankan pada otoritas masa lampaunya. Konteks budaya yang dipandang sebagai pengaruh faktor sejarah, dapat berupa tradisi dan adat istiadat yang seringkali terpaut erat dengan pengalaman keagamaan.
Seperti yang dikutip Mukti Ali, Joachim Wach menyatakan bahwa pada peradaban terdapat konsep-konsep kunci yang menunjukkan penghayan khusus tentang realitas spiritual oleh rakyat dalam lingkungannya, yang diintegrasikan oleh sejarah yang dialami bersama dan tradisi mereka dan oleh cara berpikir dan bahasa mereka sendiri.
Konteks sosial terbentuk karena adanya interaksi antara pengalaman keagamaan dan faktor-faktor sosial. Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya pengaruh cukup kuat yang diberikan oleh motivasi keagamaan terhadap pengelompokkan sosial, disamping terdapat pengaruh kondisi-kondisi sosial terhadap kehidupan beragama.

Sekalipun pengalaman agama berkait erat dengan konteks-konteks yang luas tempat pengalaman agama tersebut tumbuh dan berkembang, tetapi perlu diketahui pengalaman agama selalu bersifat spontan, kreatif dan bebas. Dengan demikian, semua pandangan determinisme, yang semata-mata melihat agama sebagai sebuah fungsi dalam kehidupan sosial , tidak dapat diterima. Begitu pula pandangan relativisme, yang menganggap agama muncul sepenuhnya bergantung pada faktor-faktor lingkungan, tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Paham-paham seperti itu jelas mereduksi agama tidak lebih menjadi sekedar produk budaya.

Kumpulan tulisan Tugas Kuliah Tasawuf

Nama    : Muhammad Habibul M
NIM       : 15520003
Jurusan : Perbandingan Agama


Tugas Mata Kuliah Akhlaq-Tasawuf
-Sejarah Perkembangan tasawuf
-Rabi’ah al-Adawiyah
-Al-Hallaj
-Maqamat dan Ahwal
-Ibnu ‘Araby
-Al-Ghazali
-Jalaluddin Rumi
-Wanita di kalangan Sufisme
-Kontra antara Sufisme dengan golongan lain












Sejarah Perkembangan Tasawuf

Dalam buku pengantar ilmu tasawuf  karya Drs. K. Permadi, S.H. telah dijelaskan bahwa hakikat tasawuf adalah mistikisme. Mistikisme dalam islam diberi nama tasawuf dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme.  Intisari dari mistikisme, termasuk di dalamnya sufisme atau tasawuf ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan, dengan mengasingkan diri dan berkotemplasi. Kesadaran berada dekat dengan tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad, yakni bersatu dengan tuhan.
Tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan, dan sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Dijelaskan akidah islamiyah adalah akidah yang dengan jelas memberikan perbedaan antara dua bagian yang sempurna, yaitu “lahir” dan “batin”. Yang dimaksud dalam hal ini ialah “syariat” dan “hakikat”.  Jadi syariat disebut lahir, sedangkan hakikat adalah batin. Itu adalah sebutan atau istilah yang ada dikalangan ahli tasawuf. Menurut ahli tasawuf, tiap-tiap orang mempunyai kecenderungan sendiri-sendiri, dan tingkatanya pun berbeda-beda. Ada yang difitrahkan berbakat untuk bisa mengerti makna hakikat, namun ada yang tidak.
            Dan dijelaskan pula bahwa benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dala hidup, ibadah, dan pribadi Nabi SAW.










Rabiah Al Adawiyah

Rabi'ah dilahirkan di kota Basrah, Irak sekitar abad ke delapan tahun 713 - 717 masehi. Rabi‘ah binti Ismail al-Adawiyah, berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil Rabi'ah sudah dikenal sebagai anak yang cerdas dan taat beragama.Di kota ini namanya sangat harum sebagai seorang manusia suci dan seorang pengkhotbah. Dia sangat dihormati oleh orang-orang saleh semasanya. Dia adalah seorang sufi wanita yang dikenal karena kesucian dan dan kecintaannya terhadap Allah. Karena ia dikenal sebagai seorang sufi wanita yang zuhud, yaitu tidak tertarik kepada kehidupan duniawi, sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Ia dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin dan merupakan anak keempat dari empat bersaudara, sehingga ia dinamakan Rabiah yang berarti anak keempat.

Semenjak kecil Rabiah telah menjadi yatim piatu, bersama saudara-saudaranya beliau hidup sederhana. Rabi'ah dan ketiga saudara perempuannya pernah berkelana ke berbagai daerah untuk bertahan hidup, ketika kota Basrah dilanda berbagai bencana alam dan kekeringan akibat kemarau panjang. Selain itu, ia pernah diculik dan dijual dijadikan sebagai budak, sehingga sejak itu ia berpisah berpisah dari saudara-saudaranya. Sejak menjadi budak beliau selalu bermunajat kepada Allah dan jika ia bebas dari perbudakan ia berjanji akan selalu beribadah kepada Allah. Berkat pertolongan Allah beliau pun bebas dari perbudakan.semenjak itu ia menghabiskan seluruh waktunya beribadah, Rabi'ah hanya tidur sedikit disiang hari dan menghabiskan sepanjang malam untuk bermunajat sehingga ia dikenal sebagai penyair dengan syair-syair cintanya yang indah kepada Allah. Berbeda dari para zahid atau sufi yang mendahului dan sezaman dengannya, Rabi'ah dalam menjalankan tasawuf itu bukanlah karena dikuasai oleh perasaan takut kepada Allah atau takut kepada nerakanya. Tujuan Rabi’ah yaitu kepada Tuhan karena Tuhan, bukan kepada Tuhan karena mengharap.
 Dalam hidupnya Rabi'ah memilih untuk tidak menikah karena ia takut tidak bisa bertindak adil terhadap suami dan anak-anaknya kelak karena hati dan perhatiannya sudah tercurahkan kepada Allah, walaupun ia sadar bahwa pernikahan termasuk sunah agama. Sehingga atas dasar itulah, Rabi'ah memuntuskan untuk tidak menikah hingga akhir hidupnya.



Al- hallaj
            Beliau lahir dengan nama Abu Al-muqis Al-Husain ibnu Mansur Al- baidlawi pada858 M/244 H di Baida, daerah Fars, Iran. Masa remajanya dihabiskan di kota Tustar, belajar kepada Sahal ibnu Abdullah At-Tustari, seorang sufi besar di daerah Tustar. Ia juga berguru pada beberapa guru spiritual seperti, Syekh Abdul Husain al-Nurim, Syekh Junaid Al-Bagdadi, dan Syekh Amru ibn Usman Al-Makki.
            Ketika berguru pada Al-Makki itulah ia mulai mendapat pemahaman tentang Wahdatul Wujud,dan sejak itu ia banyak melontarkan ucapan-ucapan yang kontroversial. Padahal beberapa gurunya sudah berkali-kali melarangnya. Meski dianggap nyleneh, Al-Hallaj juga berdakwah. Bahkan ia tidak tanggung-tanggung dalam berdakwah , misalnya berdakwah sambil mengembara, dari Ahwaz, Khurasan, Turkistan, sampai ke India. Dan hebatnya dimanapun  berada ia selalu dielu-elukan karena ilmu agamanya yang tinggi. Kepiawaiannya inilah yang menjadikannya mempunyai banyak pengikut yang belakangan disebut kelompok al-Hallajiyah. Mereka memandang Al-Hallaj sebagai waliyullah yang memiliki kekeramatan.
Dalam beribadah Al-Hallaj sering mengungkapkan rasa syathahat, yaitu ungkapan-ungkapan yang terdengar ganjil. Hal itu terjadi ketika ia tenggelam dalam Fana, suatu tingkatan kerohanian ketika kesadaran tentang segala sesuatu sirna kecuali hanya kesadaran tentang Allah SWT. Dari sini muncul ungkapan An al-Haq, yang oleh Al-Hllaj ditafsirkan bahwa ”aku berada di dalam dzat Allah.”  Banyak ahli tasawuf menafsirkan ungkapan itu sebenarnya tidak dimaksudkan bahwa dirinya tuhan. Hal ini tampak dalam sebuah pernyataannya “ Aku adalah rahasia yang Maha Benar, bukanlah yang Maha Benar itu Aku. Aku hanyalah satu dari yang benar. Maka bedakanlah antara aku dan Dia.” Namun karena ungkapan kontroversial ia dihukum mati karena mempertahankan pendapat dan ajarannya.


Referensi: SUFI zona.2012. Al-Hallaj sufi yang disalib dan dibakar (Bagian 1). Diambil dari : www.sufiz.com/jejak-sufi/al-hallaj-sufi-yang-disalib-dan-dibakar-bagian-1.html (08 November 2015)
Maqamat dan Ahwal
a. Maqamat
Maqamat, bentuk jamak dari maqam berarti tahapan, tingkatan, atau kedudukan. Jadi, maqamat adalah tahapan rohani yang ditempuh oleh para pengamal tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ada beberapa tingkatan dalam maqam yaitu:
- Tobat
Orang yang menempuh jalan sufi terlebih dahulu harus bertobat dari dosa, yang dilakukan oleh anggota badan, maupun yang tersembunyi di dalam hati.
- wara’,
Wara’ yaitu meninggalkan segala sesuatu yang syubhat, yaitu segala sesuatu yang yang diragukan hukumnya, tidak jelas halal-haramnya, dan meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna.
- Zuhud
Zuhud yaitu mengosongkan hati dari cinta terhadap dunia dan menjalani hidup untuk beribadah kepada Allah SWT, serta mengosongkan hati dari selain Allah SWT dan memusatkan hati kepada cinta-Nya.
- Faqir
Faqir yaitu menjalani hidup dengan kesadaran bahwa ia hanya membutuhkan Allah SWT.
- Sabar
Sabar yaitu sabar dalam menjalani perintah, sabar dalam meninggalkan larangan, sabar dalam menghadapi kesulitan, dan sabar atas ni’mah yang dilimpahkan oleh Allah SWT kepadanya.
- Tawakal
Tawakal yaitu menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT, tidak bergantung kepada selain-Nya, dan tidak pula kepada amal perbuatannya (nafsunya).
- Rida
Rida yaitu menerima dengan senang hati segala sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah SWT dan menyadari bahwa ketentuan-Nya lebih baik daripada keinginannya.
b. Ahwal
Ahwal adalah bentuk jamak dari ‘hal’ yang biasanya diartikan sebagai keadaan mental (mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. “ahwal” sering diperoleh secara spontan sebagai hadiah dari Tuhan. Lebih lanjut kaum sufi mengatakan bahwa hal adalah anugerah dan maqam adalah perolehan. Tidak ada maqam yang tidak dimasuki hal dan tidak ada hal yang terpisah dari maqam.
hal juga terdiri dari beberapa macam. Namun, konsep pembagian atau formulasi serta jumlah hal berbeda-beda dikalangan ahli sufi. Diantara macam-macam hal yaitu :
•Muraqabah
Secara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun secara terminologi muraqabah adalah salah satu sikap mental yang mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dan merasa diri diawasi oleh penciptanya.
• Khauf
Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya.
• Raja’
raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
• Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
• Mahabbah
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal. Seperti halnya taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam.Al-Junaid menyebut mahabbah sebagai suatu kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung kepada Allah dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha. Tokoh utama paham mahabbah adalah Rabi’ah al-Adawiyah (95 H-185 H). Menurutnya, cinta kepada Allah merupakan cetusan dari perasaan cinta dan rindu yang mendalam kepada Allah.
• Tuma’ninah
Secara bahasa tuma’ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi.
• Musyahadah
Dalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala. Hal ini berarti dalam dunia tasawuf seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya. Musyahadah dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan hamba dengan Allah.
• Yaqin
Al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal .


Referensi
Mohammad Syahid Ramdhani.2012.Pengerian al- Maqamat dam al-Ahwal. Diambil dari : http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-al-maqamat-dan-al-ahwal.html  (12 November 2015)








Ibn ‘Arabi

Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Ibn Al-‘Arabi Al-Tha’i Al-Hatimi, dilahirkan pada 27 Ramadhan 560 H, atau 7 Agustus 1165 M, di Murcia, Spanyol tenggara.ibn ‘Arabi berasal dari keluarga Arab kuno dan ayahnya ‘Ali Ibn Al-‘Arabi, jelas seorang yang berkedudukan tinggi dan berpengaruh, dia bersahabat dengan filosof terkenal, Ibn Rusyd (Averroes).
Saat tinggal di Seville, berkat kebaikan hati penguasa Al-Muhadiyah , Abu Ya’qub Yusuf, keluarga Ibn ‘Arabi diberi jaminan tempat tinggal. Malahan ayahnya, ‘Ali Ibn Al-‘Arabi tampaknya ditarik bekerja pada pemerintahan. Di Seville inilah, saat umur 8 tahun Ibn ‘Arabi menerima pendidikan formalnya. Dibawah bimbingan guru-guru zaman itu, yang menguasai ilmu-ilmu tradisional, dia mempelajari Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an,Hadist-hadist Nabi, Hukum (Syari’ah),tata bahasa, dan komposisi bahasa Arab.
 Dua karyanya yang sangat penting adalah Futuhat dan Fushus Al-Hikam. Akan halnya karya-karya itu disusun ,Ibn ‘Arabi sendiri memberikan informasi yang amat menarik . dia menuturkan tentang saat-saat ketika inspirasi begitu kuat sehingga dia tidak bisa berhenti menulis sampai buku itu selesai. Dituturkan bahwa saat menulis Futuhat , dia akan mengisi tiga buku catatan sehari, tak peduli dimanapun berada. Dia menyatakan bahwa Fushus diungkapkan kepadanya dalam satu mimpi. Menurut saya beliau adalah sosok sufi yang sangat perhatian dengan dunia sufi dan banyak mengeluarkan banyak karya tentang sufi atau tasawuf.

Referensi
Austin,R.W.J.Sufi-Sufi Andalusia Ibn ‘Arabi.terj. M.S. Nasrulloh.1994.Bandung: Mizan


AL-GHAZALI

                Al-Ghazali, nama aslinya Muhammad bin Muhammad ath-Thusi, dengan nama kecil Abu Hamid, dan mempunyai gelar Zainuddin (penghias agama). Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 H, dan wafat pada tahun 505 H. Al-Ghazali sendiri telah banyak memberikan pengaruh di dalam perkembangan teori ilmu pengetahuan dan amal perbuatan.
                Al-Ghazali adalah salah satu pemikir besar Islam dan filsafat kemanusiaan, yang memiliki berbagai kejeniusan dan banyak karya. Karyanya seperti ihya’ Ulumiddin,Minhajul Abidin,dan sebagainya. Beliau menguasai ilmu fiqh,ushul fiqh,kalam, manthiq,filsafat,tasawuf,ahlak dan sebagainya.
                Di sisi tasawuf, beliau mendapat jalan menuju sebuah kemantapan keyakinan dan jalan yang mengantarkannya kepada “hakikat” yang dikehendainya. Dan masalah fana dalam tasawuf, Al-Ghazali pun sulit mengugkapkannya. Seperti dalam syairnya: “dan kondisi yang saya alami itu, sungguh tidak dapat aku sebutkan....”.
Demikianlah AL-Ghazali, beliau memasuki dunia tasawuf, memasukinya dengan cinta dan rindu, bukan memasuki dengan maksud meneliti dan mengkritik.  Mengadakan interaksi dengan dunia tasawuf melalui hatinya sebelum dengan akalnya.

Referensi
Al-Qardhawi,Yusuf. 1996.Al-Ghazali Antara Pro Dan Kontra. Terj. Hasan Abrori. Cet.3. Surabaya: Pustaka Progressif









Jalaludin Rumi
Maulana Jalaludin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattab al-Bakri atau lebih kita kenal dengan (Jalaludin) Rumi adalah seorang penyair yang lahir di Balkh (Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awal tahun 604 H atau 30 September 1207 M.
beliau ini masih termasuk keturunan Abu Bakar dan Ayahnya bernama Bahauddin Walad. Sedangkan ibunya dari keluarga kerajaan Khawarazm.  Saat Rumi masih berusia 3 tahun keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan akibat adanya konflik kerajaan, setelah itu pindah ke Nishapur.
Rumi adalah sosok dibalik pendiri “Tarekat Mevlevi”  di Turki. Dan beliau ini dikenal mempunyai puisi-puisi yang mampu membangkitkan mistik dan kebahagiaan.  Rumi membawa esensi agama dengan cinta yang universal. Cinta lebih dari semua dogma agama, cinta hadir untuk keseluruhan ciptaan. Karena cinta adalah hakekat agama yang mempersatukan seluruh umat mnusi dalam cahaya keilahian.
Beliau ini memiliki banyak puisi , kumpulan puisinya yang terkenal yakni al-Matsnawi al-Maknawi. Salah satu sayairnya yakni
“ Di dalam cahayaMu aku belajar mencintai. Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi. Kau senantiasa menari di dalam hatiku,meski tak seorang pun melihat-Mu, dan terkadang akupun ikut menari bersama-Mu. Dan pengelihatan Agung inilah yang menjadi inti dari seniku.
Demikianlah tentang Jalaludin Rumi, menurut saya beliau adalah sosok yang mempunyai toleransi yang tinggi. Sosok yang menginginkan kedamaian mungkin karena memiliki latar belakang akibat konflik dan menjadi seorang pengungsi.




Wanita di Dalam Sufisme

Dalam ayat al-Qur’an surah al-Ahzab: 35 yang artinya:
35. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam Islam wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sejajar. Begitu pula dalam dunia tasawuf, wanita juga memiliki kedudukan yang tinggi. Dalam dunia sufi ini, peran wanita sangat penting dan memiliki cukup sejarah yang panjang dalam dunia sufi.
Nabi bersabda  “ sebaik-baiknya wanita dalam alam semesta dad empat: Maryam binti ‘Imran, Asyiah binti Muzahim, Khadijah binti Khuwailid, dan Fathimah binti Muhammad.” Sabda nabi tersebut menunjukan bahwa wanita juga berkedudukan tinggi dan sufi-sufi wanita telah ada bahkan sejak dulu.
Selain itu pula ada banyak tokoh sufi wanita yang terkenal pada masa dimana istilah sufi terkenal seperti Rabi’ah al-Adawiyah, Rabiah binti Isma’il, Fthimah an-Nishaburiya, Nfisah binti al-Hasan dan lainnya.
Menurut pendapat saya memang seharusnya wanita memiliki peran penting dalam dunia tasawuf, bahkan dalam semua bidang laki-laki dan wanita sebenarnya memiliki kesempatan yang sama. Dalam taswuf pun asalkan memenuhi persyaratan, wanita bahkan anak-anak pun bisa menjadi sufi. Namun, yang terpenting adalah baik laki-laki maupun wanita harus memenuhi kewajiban masing-masing dan tidak lupa melaksanakan peran masing-masing.












Kontra antara Sufisme dengan Golongan lain

 Tasawuf atau sufisme dalam dunia islam sering dikaitkan dengan hal-hal yang mistis. Dan seringkali tasawuf dipandang negatif oleh orang-orang, bahkan kaum muslim sendiri.  Boleh jadi tasawuf dicap atau identik dengan khurafat, takhayul ataupun bid’ah. 
Banyak kalangan menganggap ajaran tasawuf menyimpang dari ajaran islam. Ajaran tasawuf bahkan mengalami banyak perubahan, unsur-unsur non islam yang tidak diajarkan nabi banyak membumbui dunia tasawuf. Ritual-ritual khusus  seperti tarian-tarian, nyanyian dianggap penting dan wajib dilakukan.
Padahal, sebenarnya tidak ada yang salah dalam tasawuf ini, hanya saja ada pelaku dari tasawuf yang berlebihan dalam melakukan ajaran ini. Hal inilah sebenarnya yang menjadi kritikan dalam tasawuf.
Seperti ungkapan Ibnu Taymiyah, tokoh yang memperhatikan tasawuf mengungkapkan “orang-orang berselisih pendapat mengenai tasawuf. Sebagian mencela tasawuf seraya berkata mereka adalah ahli bid’ah yang telah keluar dari sunnah. Dari para imam yang mewakili kelompok ini kita dapatkan banyak fatwa yang kemudian banyak diikuti oleh kelompok lain terutama dari kalangan ahli fiqh dan ilmu kalam. Sementara kelompok yang lain memujinya secara berlebihan seraya mengatakan bahwa ahli tasawuf adalah mahluk yang paling mulia dan paling sempurna setelah Nabi.”[1]
Menurut saya, memang benar ungkapan diatas, dan yang perlu kita sikapi soal tasawuf anggaplah sholat kita, zakat kita, puasa kita dan semua kebaiakan yang kita lakukan merupakan bentuk dari tasawuf. Walaupun itu mengamalkan Fiqh, anggaplah itu bertasawuf dengan fiqh dan lainnya. Karena inti dari tasawuf ini mengajarkan kita menjadi orang berahlaq, bertaqwa, dan mengajarkan kebaiakan untuk semua mahluk.




POSTINGAN TERBARU

Keselamatan Umat non Islam dalam Al-Qur'an

MENINJAU ULANG POSISI AHLI KITAB DALAM AL-QUR’AN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hermeneutika Dosen: Prof. Syafa...