Sejarah Agama Khonghucu
Oleh:
Muhammad Habibul Musthofa
Muhammad Thoriqul Hidayat
Rina Putru Z
Ayatullah Bangun
M.C. Azhar
M. Ibrahim
Program
studi Perbandingan Agama
Fakultas
Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam
2016/2017
BAB PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah
sebagai mahasiswa program studi
Perbandingan Agama, tentunya mahasiswa harus memiliki pemahaman tentang
agama-agama. Pemahaman agama-agama yang mendalam harus dikuasai, khususnya
pemahaman agama-agama yang ada di Indonesia, seperti Islam, Budha, Hindu,
Konghucu, Kristen dan Katolik. Mahasiswa harus mengetahui sejarah, perkembangan
dan pertumbuhan ajaran-ajaran agama-agama. Sehingga nantinya mampu menumbuhkan
sikap toleran terhadap agama-agama yang berbeda.
Peneliti memfokuskan perhatiannya
pada agama Konghucu di Indonesia. Khususnya dari aspek sejarah dan
perkembangannya. Sehingga peneliti berharap dapat mengetahui sejarah dan perkembangan
agama Konghucu dan mengetahui gambaran perkembangannya di Indonesia.
b.
Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini
yaitu peneliti masih awam tentang agama konghucu dan peneliti ingin mengetahui
tentang agama konghucu lebih mendalam. Dan diharapkan nantinya peneliti dapat
mengetahui dan memahami tentang agama konghucu. Oleh karenanya kami merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
sejarah agama Konghucu di Tiongkok mauapun di Indonesia?
2. Apa isi
ajaran-ajaran agama Konghucu ?
3. Bagaimana
perkembangannya di Indonesia?
e.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif
yang menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative research) dengan tujuan
mengungkapkan suatu fenomena untuk memperoleh pemahaman dengan data yang berupa
data kualitatif. Dalam hal ini pengumpulan data menggunakan data pustaka,
observasi dan wawancara.
1.
Data Pustaka
Peneliti menggunakan studi pustaka dan penelaah naskah
untuk memperoleh pemahaman awal tentang agama yang dipeoleh dari buku-buku yang
terkait.
2.
Data Observasi
Peneliti mengamati langsung objek yang ditelti.
Peneliti melakukan pengamatan secara seksama dan teliti di klenteng atau tempat
peribadatan agama Konghucu.
3.
Data Wawancara
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan tanya jawab
secara langsung dengan narasumber. Peneliti melakukan wawancara dengan
pengelola klenteng tentang agama konghucu.
d. Landasan Teori
Ungkapan Max Muller “He who knows one, knows none”
sudah menjadi pedoman sarjana yang
medalami studi Agama, seperti halnya dalam Perbandingan Agama. Ungkapan yang
berarti orang yang hanya tahu satu agama pada dasarnya tidak tahu tentang agama
sama sekali, telah menjadi semangat sarjana dalam memahami agama. Berangkat
dari itu, peneliti ingin mengetahui tentang suatu agama, yakni agama Khonghucu.
Agama Khonghucu adalah agama yang dibawa Kong Fu Tze, atau dikenal khonghucu. Di
Barat dikenal dengan Confucius.
Dengan perhatiannya yang demikian cermat
kepada perilaku pribadi dan aturan moral, ajaran Konfusius memandang kehidupan
dari sudut pandang yang lain daripada pandangan agama-agama lainnya. Namun hal
ini tidak menyebabkan ajaran Konfusius itu kehilangan martabatnya sebagai suatu
agama. Jika agama diartikan secara luas, sebagai suatu cara hidup yang
dirangkai sekitar perhatian terakhir manusia, jelas sekali ajaran Konfusius
memenuhi syarat itu. Bahkan jika agama diartikan secara lebih sempit sebagai
perhatian untuk meluruskan manusia dengan landasan eksistensinya yang melampaui
kemanusiaaan itu, ajaran Konfusius masih merupakan agama.[1]
Di
Indonesia, ajaran Khonghucu sebagai sebuah agama baru diakui pada era
pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 2000.
Keberadaan agama Khonghucu di Indonesia sebelum era Gus Dur dilarang.
Kegiatan-kegiatan keagamaan berupa ibadah, ritual, dan perayaan hari besar,
pernikahan dan sebagainya dilarang digunakan secara resmi dalam sistem
administrasi pemerintahan, namun secara keyakinan tetap dianut oleh orang-orang
Tiongkok. Kini, agama ini menikmati kebebasannya mengekspresikan diri dalam
sistem tata kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sebagaimana
agama-agama yang resmi lainnya.[2]
BAB PEMBAHASAN
Sejarah Agama Khonghucu
Tradisi Tiongkok Kuno
Masyarakat
tiongkok kuno percaya bahwa alam adalah sesuatu yang sangat berpengaruh dalam
kehidupan mereka, yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni alam langit, alam
bumi dan alam baka. Pertama: alam langit (Tian Jie) adalah menunjuk pada
suatu alam yang didiami dan menjadi kegiatan para Raja Langit (Tian Wang) dan
para Dewi Langit (Tian Shen). Alam ini dipandang sebagai pusat
pemerintahan alam semesta yang mengatur seluruh kehidupan di alam bumi.
Orang-orang besar yang berjasa di bidangnya masing-masing terhadap masyarakat
Tionghoa di masanya dapat naik menjadi dewa dewi di alam itu. Kedua, alam bumi
(Ming Jie) adalah alam yang menunjuk pada bumi tempat manusia berada,
yang menjadi tempat tinggal dan tempat kegiatan dari seluruh makhluk
hidup. Ketiga, alam baka (You Jie)
adalah alam yang menunjuk pada alam di bawah bumi atau alam sesudah
kematian. Alam ini menjadi tempat
tinggal dan kegiatan dari roh-roh (Ling) dan hantu (Gui) dari
manusia setelah meninggal dunia. Leluhur orang Tiongkok mempercayai bahwa
kehidupan setelah meninggal lebih kurang sama dengan kehidupan manusia di dunia
ini. Setiap orang akan menjalani pengadilan, dimana ada orang yang akan
memperoleh hadiah maupun hukuman dari dewa atau pejabat alam ini. Di alam Baka
terdapat 10 istana Yan Luo (shi Dian Yan Luo) dan 18 tingkat
neraka (Shi Ba Ceng Di yu).[3]
Selain
itu, bangsa Tiongkok kuno sangat mempercayai adanya dewa-dewa yang dianggap
memiliki kekuatan alam. Diantar dewa-sewa itu yang memiliki kedudukan tinggi
dalam pemujaannya yaitu Feng-Pa (Dewa Angin), Lei-Shih (Dewa Angin topan yang
digambarkan dengan naga besar), Tsai-Shan (dewa pengusa bukit suci), serta dewa
Ho-Po yang dianggap sebagai dewa tertinggi yang berkuasa di sungai Hwang-Ho
(sungai Kuning). Dewa ini digambarkan sebagai dewa berbentuk manusia
berkendaraan dua ekor naga besar.[4]
Khonghucu (551-479 SM)
Khong hucu adalah
sang maha guru, dia disebut sebagai nabi Khonghucu. Seperti dalam tulisan Singgih Basuki, menurut
Harold H. Titus, ia adalah guru dan administrator yang pemikiran-pemikirannya
memberi bentuk pada sejarah Tiongkok sampai aban 20. Ia seorang yang sangat
berpengaruh dan dihormati dalam sejarah Tiongkok. Ia termuda dari sebelas
bersaudara, bapaknya meninggal ketika ia masih berusia muda. Hidup dalam
suasana kehidupan biasa yang akhirnya terdidik sendiri karena bekerja berat.
Sumbangannya yang terpenting melalui ajaran-ajarannya yang diakuinya orisinil
dan membawa kebijaksanaan prinsip orang-orang terdahulu. Ia menekankan perlunya
sastra, prinsip-prinsip tindakan serta ketatanegaraan. Tugas pendidikan
menurutnya untuk menghasilkan manusia yang super. Cita-citanya adalah
keharmonisan individual dan masyarakat yang teratur dan didasarkan rasa hormat
timbal balik dan kewajiban moral antara penguasa dan menteri, bapak dan anak,
saudara tua dan saudara muda, suami dan isteri, teman dan temannya. Diantara
kebajikan yang dia tekankan adalah cinta kepada anak serta cinta yang ikhlas.[5]
Keluarga Nabi
Kongzi Ayah : Siok Liang Hut, ibu : Gian Tien Cai. Khonghucu adalah anak bungsu, beliau
mempunyai 9 kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki bernama Bing Phi. Nama
kecil Kongzi ialah Khiu (artinya bukit). Beliau mempunyai nama alias Tiong Ni,
artinya anak kedua dari Bukit Ni. Waktu Kongzi berusia 3 tahun ayah beliau
wafat. Beliau dibesarkan dan diasuh oleh Ibu-nya terpisah dengan kakak-kakak-nya.
Pada usia 15 tahun beliau sudah mempunyai semangat belajar yang luar biasa.
Tetapi keadaan keluarga tidak memungkinkan beliau menuntut ilmu di bangku
pendidikan dan terpaksa bekerja. Pada usia 19 tahun beliau menikah dengan
puteri keluarga Kian Kwan dari Negeri Song. Dari pernikahan ini mendapatkan
seorang putera, bernama Li alias Pik Gi, dan dua orang anak perempuan. Pada
usia 24 tahun ibu beliau wafat. Beliau berkabung selama tiga tahun. Jenazah
kedua orang tua Beliau di makamkan di Gunung Hong. Setelah selesai masa
berkabung beliau menerima murid. Pada usia 29 tahun Beliau belajar musik kepada
Su Siang, seorang guru musik yang termasyur.Pada usia 30 tahun, dengan bantuan
2 orangmurid-Nya bernama Lam-Kiong King Siok dan Bing I Cu, beliau pergi ke
negeri Zhou mempelajari kesusilan dan Peradaban Dinasti Zhou. Di sana beliau
bertemu dengan penjaga perpustakaan kerajaan, bernama Loo Tan atau Loo Cu atau
Lao zi, dan guru besar musik bernama Tiang Hong.Pada usia 35 tahun Beliau ke
negeri Cee atau Qi karena di negeri Lo atau Lu terjadi kekalutan, dan rajanya
Pangeran Ciau lari ke negeri Cee. Waktu itu negeri Cee dipeintah oleh raja muda
King dengan Perdana Menterinya Yan Ing atau Yan Ping Tiong yang terkenal pandai
di negeri Cee. Setahun kemudian Kongzi kembali ke negeri Lo dan mendidik
murid-murid-Nya.Antara usia 51 – 55 tahun Beliau aktif di pemerintahan dan
menjabat Menteri Kehakiman merangkap Perdana Menteri di negeri Lo. Pada usia 56
tahun Beliau meninggalkan Negeri Lo dan mulai pengembaraannya ke berbagai
negeri sebagai Bok Tok Tuhan (Genta Rokhani) menebarkan ajaran Beliau selama
tiga belas tahun. Pada tahun 483 SM putera Beliau, Khong Li, meninggal dunia. Pada
tanggal delapan belas bulan dua penangalan Imlik. Dihitung dengan penanggalan
Masehi tahun 479 SM, Kongzi wafat.[6]
Teologi Agama Khonghucu
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu dalam bahasa Tionghoa, istilah
aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati,
terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan
beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya
seperti apa yang beliau sabdakan:"Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka
akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa
Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan
menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan
utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam
agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para
penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar
sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan
hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan
istilah "Tian" atau "Shang Di".[7]
Kitab Suci
Kitab suci agama Khonghucu sampai bentuknya yang sekarang mengalami
perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci tertua berasal dari Raja Suci Gia
(2357-2255 SM) atau bahkan sejak zaman Fu Xi (3000 SM). Adapun yang termuda
ditulis oleh murid Kongzi yaitu Bingcu (wafat 289 SM). Kitab suci yang berasal
dari nabi purba sebelum Kongzi ditambah Chunqiujing (kitab atau catatan zaman
Cun Ciu/ musim semi dan musim gugur) yang ditulis sendiri oleh Kongzi sesuai
wahyu dari Thian dalam kitab yang disebut Wujing. Kitab tersebut disempurnakan
dan dihimpun menjadi kitab yang pokok, kini disebut Ngo King (kitab suci yang
lima). Sedangkan ajaran-ajaran Khonghucu yang dibukukan oleh murid-muridnya dan
diperteas oleh bingcu, terhimpun dalam kitab Su Si (kitab suci yang empat).[8]
1.Kitab Su Si
Kitab ini
merupakan himpunan empat buah kitab yaitu: Thai Hak/Ta Sie (ajaran besar),
Tiong Yong/Cung Yung (tengah sempurna), Lun Gie/Luen Yu (sabda suci) serta Bing
Cu/Meng Ce. Pada sampul depan tertulis Pat Sing Giam Kwi (delapan pengakuan
iman) dari agama Khonghucu.
2. Kitab Ngo
King/ Wu Cing
Kitab suci
ini menjadi sumber ajaran utama umat Khonghucu selain kitab Su Si. Kitab ini
terdiri dari lima kitab, yaitu Si King/She cing (Sanjak), Su King/Su
Cing(dokumentasi), Ya King/ I Cing(perubahan), Lee King (Kesusilaan dan
peribadatan) dan Chun Chiu King/Ch’uen Ch’iu (hikayat zaman Chun Chiu).[9]
Keimanan
Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui)
dalam agama Khonghucu:
a.Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Cheng Xin Huang Tian)
b.Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng
Juen Jie De)
c.Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang
(Cheng Li Ming Ming)
d.Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh
(Cheng Zhi Gui Shen)
e.Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti
(ChengYang Xiao Shi)
f.Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi
Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
g.Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan
Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
Intisari
ajaran Khong Hu Cu
1.Tian
Tian adalah Maha Pencipta alam
semesta. Manusia tidak dapat memahami hakikat sejati Tian sehingga Ia
dilambangkan dengan ciri-ciri berikut: Yuan: yang selalu hadir. Heng: yang
selalu berhasil. Li: yang selalu membawa berkah. Zhen: yang selalu adil, tidak
membeda-bedakan.
2.Xing
Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian(Tian
Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala ciptaannya.
Manusia sulit mengenal ixingnya karena tertutup oleh emosi, napsu; maka manusia
harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun xing setiap manusia
berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu Ren(perikemanusiaan).
3.Ren
Ren atau peri kemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Zhong(setia) dan Shu(solidaritas). Zhong merupakan kependekan dari istilah
zhong yi Tian (setia kepada Tuhan), yaitu berserah diri ,lahir dan batin kepada
Tuhan. Shu merupakan kependekan dari istilah shu yi ren(solidaritas kepada
sesama manusia atau"cinta kasih sejati". Terdapat dua istilah yang
menerangkan arti Shu lebih lanjut. Ji shuo bu yi wu shi yi ren, yaitu "apa
yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain".
(Lunyu)Ji yi li er li ren, ji yi da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak,
buatlah orang lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga
maju".[11]
Sejarah Agama Khonghucu di Indonesia
Istilah Khonghucu
atau Kong Fu Zi yang dikenal di Indonesia dengan agama Khonghucu diambil dari
dialek Hokian (Fujian) yang berkembang di kalangan warga keturunan Tiongkok di
pulau Jawa. Adapun agama Khonghucu adalah agama yang yang mengajarkan suatu
kelembutan atau agama kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal lebih awal 2500
tahun sebelum lahirnya Khonghucu. Kong zi (Hua Yu), Khongcu (Hokian), atau
dalam bahasa latin dikenal dengan Confucius adalah seorang nabi terakhir dalam
agama Khonghucu, lahir pada tanggal 27 bulan VIII tahun Imlek 0001/551 SM.
Khonghucu diyakin sebagai nabi terbesar dalam agama Khonghucu, sehingga menamai
Ru Jiao dengan Confuciusme, yang di Indonesia disebut dengan agama Khonghucu.
Menurut Bunsu Candra Setiawan, dalam
tulisan Singgih Basuki, sejarah dan masuknya agama Khonghucu terbagi menjadi
beberapa zaman:[12]
1. Zaman Akhir Pra-Sejarah
Berdasarkan
bukti-bukti yang ditemukannya benda bersejarah di berbagai daerah Indonesia
membuktikan bahwa eksistensi agama Khonghucu sudah ada sejak masa akhir
pra-sejarah. Para ahli menemukan bukti bahwa telah ada sejenis bangsa Indo
Tiongkok pada tahun 300 SM. Mereka mengambil kebudayaan Neolitikum dari kebudayaan
Tiongkok, dan kemudian dikembangkan sendiri menjadi kebudayaan Dongson
(Tongsan).
2. Zaman Hindu
Percampuran kebudayaan Dongson dan asli sudah
terjadi sedemikian rupa ketika orang-orang india datang di nusantara membawa
serta sistem budaya tradisi Hindu dan Budha. Sebagaimana diketahui bahwa pada
tahun 136 SM, agama Khonghucu ditetapkan sebagai agama resmi orang Tionghoa.
Sehingga orang-orang Tionghoa yang datang ke Indonesia pada saat itu membawa
sistem budaya dan nilai-nilai keagamaan Khonghucu sebagaimana dilakukan oleh Fa
Hian (414) dan I Tsing (672 dan 685). Pada masa itu orang-orang Tiongkok sudah
tinggal diberbagai wilayah Indonesia dengan berbagai jenis mata pencaharian.
Orang-orang Tionghoa hidup sebagai pedagang terdapat di kota-kota pantai
seperti, Sriwijaya, Banten, Cirebon,Demak,Tuban,Giri,Ujung Pandang, Ternate.
Sebagai petani di daerah Kalimantan Barat, Bangka Belitung. Sebagai Nelayan
terdapat di Bagan Siapi-api; sebagai tukang kayu di Singkawang, Pontianak, dan
sekitarnya.
3. Zaman Penjajahan
Seiring dengan
berjalannya waktu, agama Khonghucu tumbuh dan berkembang di Nusantara. Untuk
itu didirikanlah lembaga-lembaga agama Khonghucu seperti rumah abu untuk
menghormati arwah leluhur serta kelenteng sebagai rumah ibadah di berbagai
tempat dan wilayah di Indonesia. Seperti
pada tanggal 17 Maret 1990 didirikanlah lembaga sosial kemasyarakatan agama
Khonghucu pertama di Indonesia dengan nama Tiong Hoa Hwee Kwan disingkat
THHK di Batavia/Jakarta. Selain itu, berdiri organisasi Khong Kauw Hwee
di Solo pada tahun 1918. Kemudian menyebar ke kota-kota di Indonesia seperti
Bandung,Bogor,Malang,Ciamis dan lain-lainnya.
Selanjutnya pada
zaman penjajahan Jepang, ditandai pecahnya perang dunia II tahun 1942, yang
dibarengi datangnya tentara jepang ke Indonesia, secara praktis aktivitas
rohani Khong Kauw Hwee terhenti. Banyak Litang/ Klenteng dipakai sebagai tempat
penampungan para pengungsi dari berbagai golongan, suku dan agama.
4. Masa Kemerdekaan
Pada tanggal
11-12 Desember 1954 di Solo diadakan konfresi antar tokoh agama Khonghucu
membahas kemungkinan dihidupkan lagi Khong Kauw Hwee. Maka pada 16 April
berhasil ditegakan pusat lembaga tertinggi agama Khonghucu dengan nama
“Perserikatan Chiao Hui Indonesia” atau PKHCI. Semenjak itu lembaga itu terus
berkembang dan mengadakan Kongres di bebagai daerah. Pada kongres IV di Solo nama
PKHCI berubah menjadi Lembaga Sang Khongcu Indonesia (LASKI). Pada kongres V,
yang Juga di Solo, LASKI berubah jadi GAPASKI (Gabungan Perkumpulan Agama
Khonghucu Indonesia). pada kongres VI di Solo 23-27 Agustus 1967 GAPASKI
disempurnakan menjadi MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia).
Pada tahun 1965,
keluar penetapan Presiden No. 1/ Pn.Ps/1965 oleh prsiden Soekarno tentang
pencegahan dan penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Dalam enjelasannya disebutkan
bahwa agama-agama yang dipeluk penduduk Indonesia berdasarkan sejarahnya ada 6
yaitu:Islam,Kristen,Katolik, Hindu,Budha serta Khonghucu. Dengan demikian agama
Khonghucu pada era orde lama diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
Namun, sejak era
orde baru di bawah pemerintahan presiden Soeharto. Pada tahun 1967 presiden
mengeluarkan Inpres NO.14 yang mengatur pembatasan-pembatasan terhadap agama,
kepercayaan dan kebudayaan golongan etnis Tiongkok. Pada sidang kabinet tanggal
27 Januari 1979 secara tegas dinyatakan Khonghucu bukanlah agama. Sejak itu,
status dan pelayanan umat Khonghucu terkait dengan administrasi kependudukan
dan pemerintahan tidak jelas.
Pada masa
reformasi,agama Khonghucu memperoleh angin segar dari pemerintah dan masyarakat
Indonesia. sejumlah tokoh nasional (Gus Dur, Amien Rais dan lain-lain) serta
organisasi sosial keagamaan, dalam hal ini Muhammadiyah dalam sidang tanwir di
Bandung 3-5 Desember 1999, mendorong pemerintah untuk mengakui secara resmi
agama Khonghucu sebagai agama resmi di Indonesia.
Harapan besar
muncul bagi umat Khonghucu saat pemerintahan RI di bawah Presiden Abdurrahman
Wahid yang mencabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1967,digantikan
dengan Keputusan Presiden (Kepres) N.6 tahun 2000. Pemerintah juga menetapkan
Imlek sebagai hari Libur Nasional. Sejak itu, umat Khonghucu dapat merayakan
Ibadah dengan terbuka, seperti merayakan tahun baru Imlek.
Analisa
Dari pembahasan
di atas dapat di ketahui bahwa umat Khonghucu
masih mempercayai adanya dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan alam,
seperti tradisi tiongkok kuno. Hal ini dipertegas oleh Margo dan Tentrem Rahayu
selaku pengelola klenteng Poncowinatan
yang mengatakan Dalam agama Khonghucu tidak melarang umatnya untuk
menyembah dewa-dewa yang lain. Seperti meyakini bahwa naga menurut mereka
adalah binatang kedewaan yang tingkatannya paling tinggi.
Dan diketahui bahwa agama Khonghucu ada di
Indonesia sudah sejak lama, sekitar
zaman pra-sejarah. Atau paling tidak sejak sebelum negara Indonesia ada, Seperti
di dirikananya Klenteng di Yogyakarta, menurut Margo dan Tentrem Rahayu selaku
pengelola klentenng mengatakan “ Klenteng Poncowinatan berdiri sejak tahun 1881, atas dukungan Sultan Hamengku Buwono VIII “. [13]
KESIMPULAN
Agama
Khonghucu adalah agama yang dibawa oleh Khonghucu (Kongzi), oleh orang barat
disebut Confucius. Agama Khonghucu adalah agama dari Rujiao, sebenarnya Rujiao itu berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar
dan berbudi luhur. Sehingga Khonghucu
memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama
yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau
sabdakan:"Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno
tersebut".
Agama Khonghucu mengajarkan tentang bagaimana hubungan
antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita
melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang
disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di" yang
terkandung dalam delapan pengakuan keimanan. Inti ajarannya berupa Tian, Xing
dan Ren. Dan semua itu ada dalam Kitab suci agama ini yaitu: Kitab Su Si dan kitab Ngo King/ Wu Cing.
Di Indonesia, agama Khonghucu diperkirakan ada
sejak zaman Pra-sejarah,dan terus berkembang pada zaman Hindu-Budha.seiring
dengan perkembangannya, pada zaman Penjajahan di Indonesia sudah ada lembaga-lembaga agama
Khonghucu seperti rumah abu untuk menghormati arwah leluhur serta kelenteng
sebagai rumah ibadah di berbagai tempat dan wilayah di Indonesia. pada zaman
Kemerdekaan, era Soekarno atau Orde lama, Agama Khonghucu diakui sebagai salah
satu dari enam agama yang resmi di Indonesia. Namun, pada Orde baru, Agama
Khonghucu dilarang, terjadi pembatasan-pembatasan terhadap agama, kepercayaan
dan kebudayaan golongan etnis Tiongkok.
Pada era reformasi,
mendapat dorongan dari berbagai tokoh dan organisasi keagamaan agar negara
mengakui agama Khonghucu, umat agama Khonghucu mulai diakui kembali. Dibuktikan
pada masa pemerintahan Gus Dur, Agama Khonghucu menjadi agama yang resmi diakui
negara.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki,Singgih.2014.Sejarah, Etika dan Teologi
Agama Khonghucu. Yogyakarta: Suka Press.
Smith, Huston.1985. terj. Safroedin Bahar.
Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Agama khonghucu. Diambil dari: http://confucius-philosopher.dc.web.id/id4/1358-1237/konfusianisme_40225_confucius-philosopher-dc.html
Klenteng Poncowinatan. Diambil dari:http://databudaya.net/index.php/databudaya/databudayaatribut/cabud/id/1929
[1] Huston Smith,Agama-Agama Manusia terj. Safroedin Bahar (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1985), hlm. 220.
[2] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu
(Yogyakarta: Suka Press, 2014), hlm. 6.
[3] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu,hlm.
14-15.
[4] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm.
21.
[5] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm.
34.
[6] Sejarah agama khonghucu. (Diambil dari: http://matakin.or.id/page/sejarah-agama-khonghucu),
pada 27 Februari 2016 jam 21.23 wib
[7] Confuciusme. (Diambil dari: http://confucius-philosopher.dc.web.id/id4/1358-1237/konfusianisme_40225_confucius-philosopher-dc.html),
pada 27 Februari 2016 Jam 22.11 wib
[8] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm.
105.
[9] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm.
106-112.
[10] Confuciusme, pada 27 Februari 2016 Jam 22.11 wib
[11] Confuciusme ,27 Februari 2016 Jam 22.11 wib
[12] Singgih Basuki,Sejarah, Etika dan TeologiAgama Khonghucu, hlm.
58-70.
[13] Wawancara dengan Margo dan Tentrem Rahayu selaku pengelola klenteng
Poncowinatan. Pada hari Senin, 22 Februari 2016