1.
Kristus dan Budaya
Gagasan
tentang hubungan kristus dan budaya,
barangkali H. Richard Niebuhr seorang teolog dan ahli etika sosial
Amerika, memiliki gagasan yang memadai, sebagaimana dalam bukunya Christ and
Culture. Berikut kurang lebih konsepnya: Niebuhr memiliki gagasan tiga mediasi
hubungan antara kristus dan budaya, dimana itu dikonstrusikan diantara dua
pembagian mendasar pada umumnya, ekslusif, dimana disebut Niebuhr bagian
Kristen Radikal dan inklusif, di mana Niebuhr menyebut sebagai Kristen
kultural.
Kristen
Radikal
|
Kristen yang bersifat Mediatif
|
Kristen
Kultural
|
||
eksklusif
|
Dualis
|
Konversionis/transformatif
|
Sintesis
|
akomodasi
|
Kristus
menentang budaya
|
Kristus
dan budaya dalam paradoks
|
Kristus
pembaharu budaya
|
Kristus
di atas budaya
|
|
Tokohnya:
Yohanes, Tertulianus, Tolstory
|
Tokohnya:
Paulus, Luther, Kierkegaard
|
Agustinus,
Calvin
|
Tokohnya:
Yustinus, Clemenes, Thomas Aquinas
|
Gnostik/mistisisme
Kristen, Abelard, Protestantisme budaya
|
Maksud
tiga bentuk mediatif kristen di sini adalah: 1) kristus dan budaya tertentu,
secara setara mensyaratkan loyalitas pengikut-pengikutnya( Dualis), 2) kristus
adalah suatu otoritas kritis terhadap budaya (konversionis), 3) kristus tidak
pernah diterima dalam budaya (sintesis).
2. Eksklusivisme
Bentuk
jelas adanya eklusivisme secara dialektis, dari ide mediasi Niebuhr adalah pada
tokoh Leslie Newbigin (1909-1998) seorang missionris Ingris di India. Setelah
kembali ke Eropa, kristus melihat ada yang salah dalam tradisi pencerahan
(kemungkinan mengarah ke sekulerisasi). Padahal tonggak pencerahan sebelumnya
pada masa Agustinus, tradisi iman masih hidup disektor publik, sebagaimana
diktum Agustinus “credo out intelligam, saya percaya supaya saya mengerti”.
Namun setelahnya, walaupun “kerangka dasar” pengetahuan diakui Newbigin, tapi ia
menolak bagian kekristenan yang kembali ke ranah privat, fakta diletakan di
atas nilai dan keraguan di atas dogma, dan Alkitab dilucuti fungsinya sebagai
sumber norma (setelah adanya konsep negara yang menjamin dan mengatur individu)
hingga akhirnya kekristenan membatasi dirinya dalam ranah spiritual saja.
Gagasan Newbigin ini barangkali terinspirasi, melihat Islam, sebagaiamana
perkataanya: saudara-saudara sebangsa kita yang muslim tidak takut
memproklamasikan iman Islam sebagai kebenaran- sebagai kebenaran publik,
terhadap apa yang bagi semua orang harus menundukan diri”.
3. Akomodasi
Menurut Volker Kuster, akomodasi injil ke budaya
tertentu telah dipraktikan jauh sebelum konsep akomodasi dipakai, sebagaimana
persebaran awal Kristen smapai ke Eropa juga sampai ke China. Tapi bentuk
dialektis jelas dari akomodasi ini terlihat dari sosok pengkabar injil Matteo
Ricci (1552-1610) yang mengizinkan pemujaan konfusius dan para leluhur bagi
orang Kristen Cina, walau sebagai sebuah praktik warga negara. Lalu Roberto de Nobili (1577-1656) melakukan
misi terhadap kasta Brahmana di India, yang juga seperti Ricci, dia juga
berpakaian layakanya Brahmana, hingga mengklaim pula injil adalah kitab Veda
yang kelima.
Sementara itu, selain akomodasi ada juga istilah
indigiensi/pempribumian dari Kristen Protestan. Dimana hasilnya membawa
model-model penterjemahan injil hingga mengkritik bentuk akomodasi kuno yang
statis, tidak ada hubungan timbal balik, terlalu hirarkis, dan hanya gerejalah
pelaku akomodasi.
4. Inkulturasi
Istilah
inkulturasi lahir ataupun populer dari adanya konsili Vatikan II, seperti
adanya pembaharuan liturgi, seperti keluasan memakai bahasa lokal, menghargai
dan mendorong cara hidup rakyat selama tidak terikat takhayul dan kesalahan
dipelajari ysecara simpatik dan sebagainya.
Walaupun sebnarnya istilah
inkulturasi ini hampir sama dengan bentuk akomodasi, seperti enkulturasi, akulturasi,
asimilasi hingga ada kemiripan dengan istilah inkarnasi. Yang jelas, dibanding
akomodasi, inkulturasi ini ingin menegaskan adanya proses dinamis timbal balik,
walaupun dalam banyak hal nyatanya masih aklesiosentris.
5. Teologi
Kontekstual
Barangkali
teologi kontekstual ini, adalah tahap sistematis dari adanaya proses perjumpaan
Kristus dengan Budaya. Jelasnya, tahap kontekstual dapat sikatakan lahir dalam
proses Heremeneutic, walaupun pada akhirnya universalitas teologi Kristen tidak
dapat diberlakukan sama di dunia ketiga Kristen (selain Eropa, Amerika). Dimana intinya dibedakan:
Tipe
kultural-religius
|
Tipe
sosial ekonomi dan politik
|
Model
akomodasi/indigenisasi/penterjemahan
|
Teologi
pembangunan/teologi politik baru
|
Teologi-teologi
inkulturasi
|
Teologi-teologi
pembebasan
|
Barangkali
yang perlu dipahami dari proses hermenuetic yang panjang ini, sebagaimana
teologi kontekstual ini adalah karena: 1)budaya tidak pernah secara penuh
ditangkap dalam interpretasi kontekstual terhadap injil. Karena itulah proses
Hermenutic akan selalu ada, 2). Budaya adalah
suatu otoritas kritis dalam debat interpretasi injil, sehingga budaya
membuka perspektif baru terhadap teks dan menggugat interpretasi yang mapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar