Tulisan in hanyalah sebuah refleksi saya tentang Filsafat, khususnya Filsafat Islam yang diajarkan dalam perkuliahan di sebuah universitas Islam. Sebelum
mengenal Filsafat Islam pada semester 4 ini, saya telah memperoleh perkuliahan
Filsafat Umum dan Filsafat Ilmu. Dari perkuliahan Filsafat Umun dan Filsafat
Ilmu, kesan saya mengenai filsafat ini hanya cukup sekedar tahu saja, awalnya
saya sedikit tahu sejarah filsafat dan tokoh-tokohnya. Misalnya saja seperti
Socrates, Plato maupun Aristoteles ataupun Descrates. Sayangnya, entah saya
yang salah ataupun materi pelajarannya, saya tetap saja masih bingung mengenai
filsafat ini. Saya tahu filsafat ini dasar dari ilmu pengetahuan, filsafat
tidak bisa lepas dari kehidupan kita,tapi saya masih tidak paham tujuan dari
filsafat ini. Ketika dosen mengajarkan filsafat ini, entah kenapa menurut saya
pengajaran filsafat hanya sekedar untuk akademik saja, apakah belajar filsafat
di universitas hanya sekedar formalitas saja?. Para Dosen sendiri menyampaikan
perkuliahan filsafat kurang menyeluruh, hanya sekedar sejarah,bagian-bagian
(ruang lingkup) filsafat, dan tokoh-tokohnya, pengaplikasian di kehidupan
masyarakat tidak dijelaskan, hanya dijelaskan filsafat itu berpikir, filsafat
itu seni bertanya. Menurut saya, jika
hanya mengatakan berfilsafat itu berpikir ataupun bertanya, saya rasa tidak
perlu mendalami filsafat. Saya selalu
bertanya-tanya, apakah hanya ini yang diajarkan? Apakah dosen filsafat juga
cuma mengetahui seperti ini?, namun saya tetap memaklumi, saya tahu
pembelajaran filsafat tetap harus sesuai Satuan Acara Perkuliahan. Oleh
karenanya, awalnya saya mecoba mempelajari filsafat diluar perkuliahan, karena
kurang menguasai Bahasa Inggris, referensi yang saya peroleh sama saja yang ada
di perkuliahan, namun saya belum
menyerah, tapi akhirnya, kalaupun saya dapat materi filsafat yang berbeda, saya
sendiri kurang memahami apalagi malah mengarah ke masalah Ateis dan
sejenisnya. Saya menyadari
ruang lingkup filsafat ini terlalu luas, karenanya pula saya merasa akan
memperoleh pemahaman filsafat yang utuh hanya jika masuk jurusan Aqidah dan
Filsafat.jadi, sekali lagi dikatakan, saya cukup sekedar tahu saja apa itu
filsafat sesuai yang diajarkan.
Tapi
setelah mempelajari Filsafat Islam ini, saya langsung merasa pembelajaran
filsafat Islam agak berbeda. Bagaimana tidak, dalam pembelajaran Filsafat Ilmu sendiri
dikatakan dan berpandangan hubungan filsafat dan agama sulit menyatu, jika toh
benar-benar harus menyatu, pada akhirnya salah satu harus mengikuti yang
lainnya. Tentunya dalam Islam, filsafatlah yang harus mengikuti, tapi jika
demikian filsafat tidak berkembang. Namun, bila Islam harus mengikuti filsafat
akan kehilangan legitimasi seperti halnya agama Kristen. Dalam hal ini, dalam
pengajaran Filsafat Ilmu ini dosen berpandangan hubungan seperti berdiri
sendiri hal yang ideal dan mungkin,
namun walau demikian, dosen tetap memberikan kebebasan pada kita berpandangan seperti
apapun. Saya sendiri melihat, hubungan seperti sekulerisasi bahkan privatisasi
agama sudah terbukti memberikan kemajuan ilmu pengetahuan di dunia barat, tapi
bila demikian bagaimana akhirnya Islam?.
Akhirnya,
saya seperti menemukan jawabannya dalam perkuliahan Filsafat Islam ini. Bagaimana
pembahasannya cukup jelas, hanya fokus menjelaskan satu problematika yakni
adanya tension (ketegangan) antara agama dan filsafat, serta membahas
metodologinya yakni burhani, bayani dan irfani. Sangat berbeda dengan
pembelajaran filsafat sebelumnya yang permasalahannya kemana-mana, seperti
berulang-ulang sibuk dengan pengertian filsafat,sejarah,ruang lingkup, bebas
nilai atau tidak, serta penjelasan aliran dan teori yang terlalu banyak. Ibarat
menurut saya, penjelasan burhani, bayani dan irfani dijelaskan hanya dalam satu
perkuliahan di mata kuliah filsafat lain, padahal dalam kuliah filsafat Islam
satu semester. Walaupun juga , dalam SAPnya Filsafat Islam ada penjelasan
sejarah, saya merasa dosen tetap memfokuskan maasalah adanya ketengangan dan
metode burhani, bayani dan irfani, yang menurut saya pembahasannya sedikit
namun menjadi jelas dan luas.
Tapi,
walaupun demikian, saya sendiri masih bertanya-tanya mengenai problem tension Filsafat Islam sendiri.
Penjelasan filosofisnya cukup jelas, dikatakan filsafat Islam ini adalah ilmu
yang masih hidup dan tetap diperlukan sampai sekarang bahkan kapan pun. Dengan
kata lain, filsafat islam ini hanya mengatasi permasalahan dasarnya yakni
adanya tension, ya seperti sebagai spirit, semangat ataupun gairah untuk
mengembangkan Sains. Sayangnya, tidak ada legitimasi yang jelas mengenai
filsafat dalam (dalil)Islam ini, bahkan mungkin masih ada yang mengharamkannya.Tokoh
Islam seperti Al-Ghazali sendiri malah banyak mengkritiknya, di dunia Fiqih ada
yang mengatakan pintu Ijtihad telah ditutup menambah tidak ada ruang bagi
filsafat, yang menurut saya filsafat (harus) Lahir dari sana untuk memperoleh
legitimasinya. Jika tidak, Filsafat Islam hanya mentok pada penerimaan kita pada Sains, bukan sebagai pelaku Sains
walaupun di dunia akademik formal (Universitas) diajarkan pula atau tapi hanya tidak atau kurang berinovasi.
Terakhir, saya melihat corak filsafat Islam cenderung
hanya menunggu adanya tension yang
besar atau bisa disebut reaksioner, padahal tension
akan selalu muncul dan ada. Jadi, filsafat Islam itu cenderung pasif yakni
tidak mencoba menemukan tension walaupun
hanya akar-akar masalah kecil, tetapi hanya menunggu tension itu menjadi masalah yang serius lalu baru diatasi. Misalnya
saja hadirnya Islam adalah sebagai reaksi atas adanya krisis moral, kemanusiaan
pada masa zaman jahiliyah, Kekhalifahan adalah reaksi adanya Romawi,
terbentuknya negara-negara Islam adalah reaksi dari adanya penjajahan dan
sebagainya. sementara pemikiran filsafat sering diabaikan, dicap keduniawian,
menyesatkan sehingga lebih mementingkan akhirat, padahal tanpa sukses dunia,
apa mungkin sukses akhirat?, karena banyak yang menganggap bekal akhirat hanya
ibadah atau ritual keagamaan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar