Taksonomi: Komponen dan Perspektif Menurut Filsafat
Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Novian Widiadharma, S.Fil., M.Hum

Oleh
:
Muhammad
Habibul Mushtofa (15520003)
JURUSAN
STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
adalah mahluk yang memiliki akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiranya manusia
bertahan hidup. Di masa lalu, manusia menggunakan akal dan pikiranya untuk
bertahan hidup dan dengan akal dan pikirannya manusia mempunyai banyak
pengetahuan.
Dengan
dibekali rasa ingin tahu manusia
berusaha memecahkan permasalahan yang ada. dari masa ke masa,
permasalahan manusia semakin kompleks. Namun demikian, pengetahuan manusia pun
semakin banyak. Dan dengan pengetahuannya manusia lahirlah ilmu pengetahuan.
Lahirnya
filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas berpikir. Karena itu inti
berfilsafat adalah berpikir. Namun, tidak semua aktivitas berpikir dapat
disebut berfilsafat. Berpikir yang dapat disebut berfilsafat adalah berpikir
yang mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni berpikir yang radikal, sistematis, dan
universal. Berfilsafat adalah berpikir yang bertujuan. Tujuannya adalah
memperoleh pengetahuan, yakni pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga
dengan berfilsafat manusia dapat sampai kepada kebenaran. [1]
Sebelum
mengetahui lebih jauh, kita harus mengetahui apa sebenarnya itu berpikir?,
seperti apa sebenarnya berpikir, dan bagaimana cara berpikir yang benar, supaya
dapat dikategorikan berfilsafat. Dan berikut sedikit penjelasan apa sebenarnya
berpikir itu.
Secara
etimologi, kata “pikir” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akal budi,
ingatan, angan-angan. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan.
Berpikiran artinya mempunyai pikiran, mempunyai akal. Pikiran artinya hasil
berpikir dan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir, sedangkan
pemikir artinya orang cerdik, pandai, serta hasil pemikirannya dimanfaatkan
orang lain.[2]
Secara
terminologi, menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut [3]
1. Menurut
Garret (1966) berpikir merupakan perilaku yang sering kali tersembunyi atau
setengah tersembunyi di dalam lambang atau gambaran ide, konsep yang dilakukan
seseorang.
2. Menurut
Gilmer (1970) berpikr merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan
gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara
fisik.
Dari
penjelasan pengertian berpikir di atas, diketahui adanya sesuatu gambaran yang berada dalam
diri seseorang dan sesuatu tenaga yang dibangun oleh unsur-unsur dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas. Seseorang akan melakukan aktivitas setelah
adanya pemicu potensi. Isi yang terkandung di dalam potensi seseorang bias
berupa subjek aktif dan aktivitas idealisasi dan atau berupa interaksi aktif
yang bersifat spontanitas. Oleh karena itu, dalam berpikir terkandung sifat,
proses dan hasil. [4]
Sifat
berpikir merupakan suatu suatu keadaan mental dan dapat dipersepsikan serta
diinterpretasikan. Sehingga, setiap
individu pada situasi dan kondisi tertentu memiliki kebutuhan yang memaksanya
untuk berpikir.Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi
secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan
media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek ynag
mempengaruhinya. Proses berpikir
merupakan peristiwa mencampur, mencocokan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan
konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan pengalaman sebelumnya.[5]
Hasil
berpikir merupakan suatu yang dihasilkan melalui proses berpikir dan membawa
atau mengarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran. Hasil berpikir dapat berupa
ide, gagasan, penemuan, dan pemecahan masalah, keputusan, serta dapat
dikonkretisasi ke arah perwujudan, baik berupa tindakan untuk mencapai tujuan
kehidupan praksis maupun untuk mencapai tujuan keilmuan tertentu.[6]
Ternyata berpikir itu sangat kompleks,
bagaimana penjelasan di atas menyebutkan bahwa berpikir itu terdapat sifat,
proses dan juga hasil. Dalam filsafat sendiri tentu hasil yang dicari adalah
pengetahuan, atau setidaknya mencoba mencari kebenaran. Proses berpikir dalam
filsafat tentunya memakai metode dalam filsafat dan juga sifat-sifat dari
berpikir filsafat sendiri.
Oleh
karenanya, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai taksonomi dalam berpikir,
bagaimana pengertian dan komponen dalam berpikir taksonomi itu, dan bagaimana pentingnya metode taksonomi itu dalam pandangan filsafat.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dan komponen dari taksonomi ?
2. Bagaiamana
perspektif filsafat mengenai berpikir taksonomi ?
C.
Tujuan
Dari rumusan masalah maka tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian dan komponen dari taksonomi.
2. Mengetahui
pandangan filsafat mengenai berpikir taksonomi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Taksonomi
Kata
Taksonomi berasal dari Bahasa Yunani tassein
yang berarti “untuk mengelompokan” dan nomos
yang berarti “aturan”. Taksonomi dapat diartiakan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasarkan hirarki (tingkatan) tertentu. Posisi
taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan yang lebih rendah bersifat
lebih spesifik.[7]
Taksonomi
memberikan kemudahan dalam mendukung cara berpikir, melalui pengelompokan
unsur-unsurnya, selanjutnya diurutkan ke dalam masing-masing kelompok dan
menghasilkan aturan dua dimensi, semisal besar atau kecil. Dengan aturan ini
akan memiliki peluang untuk memprediksi unsur-unsur yang belum ditemukan dan
menjelaskan sifat. Akan tetapi, taksonomi sebagai alat pendeskripsian tidak
menawarkan penjelasan sebab akibat, dan terbatas pada informasi yang mendukung
spekulasi dari suatu teori.[8]
Taksonomi
berguna untuk memfasilitasi proses mental, terutama untuk memperoleh dan
mencapai tujuan, atau dengan kata lain sebagai alat belajar berpikir. Taksonomi
memecahkan bagian menjadi unit-unit yang berhubungan dengan unit lainnya secara
komprehensif, tetapi ringkas dan jelas sebagai kata kunci.[9]
Dengan kata lain, dalam taksonomi memerlukan proses berpikir, terutama
menggunakan metode atau pun konsep.
Berpikir
secara konseptual memiliki perbedaan cara pandang sesuai dengan teori yang
dijadikan landasan oleh para ahli. Misalnya berpikir dari aspek Psikologi,
sangat erat kaitannya dengan sadar dan kesadaran dan dari aspek Filsafat
terkait dengan nalar atau penalaran.
Dalam
berpikir sebagai kesadaran, secara kronologis
perkembangan kesadaran berlangsung dalam tiga tahap: tahap sensasi
(pengindraan), tahap persetual (pemahaman), dan konseptual (pengertian).
Sensasi tidak begitu saja disimpan dalam ingatan manusia, karena manusia tidak
pasti mengalami sensasi murni yang terisolasi dalam ingatan. Karena itu ada
tingkatannya, dan persepsi adalah sekelompok sensasi yang secara otomatis
tersimpan dan diintegrasikan oleh otak dari suatu organisme yang hidup. Maka
dari itu, manusia melalui persepsi dapat memahami suatu fakta dan kenyataan. [10]
Dalam
berpikir sebagai penalaran mengandung makna yang khas dan lebih sempit
dibandingkan berpikir. Bernalar merupakan kegiatan berpikir untuk menarik
kesimpulan dari premis-premis yang sebelumnya telah diketahui dan ditetapkan.
Apabila yang di cari merupakan penarikan kesimpulan, maka bisa dilakukan dalam
bentuk induktif atau deduktif. Penalaran induktif merupakan proses menarik
kesimpilan umum (universal) dari suatu rentetan peristiwa spesifik. Sedangkan
penalaran deduktif merupakan simpulan khusus yang dilandasi oleh hokum atau
pernyataan ilmiah umum. Selain induktif
dan deduktif, menurut Floyd.L. Ruch (1967) menambahkan bentuk evaluatif. Adapun
penalaran evaluatif berupa melakukan penilaian atas dasar tahapan-tahapan yang
seharusnya terjadi sesuai dengan hukum-hukum atau kaidah yang ditetapkan,
apakah telah sesuai atau tidak dan bagaimana seharusnya. [11]
Berdasarkan
pandangan tersebut, bernalar merupakan kegiatan berpikir merujuk pada hukum
logika sebagai proses rasional, walaupun belum ada jaminan akan menghasilkan
kebenaran. Pada hal ini, belum terjadi adanya benar dan salah, melainkan betul
atau keliru, valid atau tidak valid. Hal itu disebabkan adanya premis-premis
yang mendasarinya untuk menjadi kesimpulan yang disebut konklusi, dan adanya
hubungan antara premis dan konklusi yang disebut konsekuensi. [12]
B. Komponen Taksonomi
Seperti
metode lainnya dalam sebuah penelitian di lapangan, fokus utama taksonomi
adalah objeknya, namun juga perlu sebuah rancangan kerja untuk pengelompokan
objek sebagaimana tujuan utama taksonomi. Oleh karenanya komponen taksonomi
berupa objek, kerangka kerja dan kelompok. Berikut komponen-komponen yang
dimaksud :[13]
1. Objek
Objek mempunyai makna
yang dapat diartikan dari berbagai sudut pandang, seperti kebahasaan,
kebendaan, psikologi dan filsafat. Makna
objek dari sudut kebahasaan adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan, atau
secara tata bahasa adalah suatu nomina, pronominal, atau frase yang menerima,
dipengaruhi oleh satu kata kerja dalam kalimat, suatu kata benda yang diatur
preposisi. Dari segi kebendaan objek adalah suatu benda yang dapat diamati
nyata melaui penginderaan; sementara dari sudut psikologi yaitu fokus
perhatian, perasaan, pikiran, atau tindakan; dan dari sudut filsafat yaitu
pandangan yang dimengerti oleh suatu pikiran.
Objek
dunia sering tersajikan memiliki sifat ketidaksamaan, sehingga benda-benda dapat
dibedakan keberadaannya dan manusialah yang melakukan pencirian ketidaksamaan.
Dengan melakukan hal tersebut manusia dapat mengurangi kompleksitas,
memungkinkan deskripsi lebih spesifik, dan mengurangi beban pikiran dalam pengelolaan
objek.
2. Kerangka
kerja
Kerangka
kerja merupakan garis besar dari suatu rancangan atau sistem dasar suatu
prinsip, konsep, atau nilai yang merupakan ciri khas dari sesuatu yang
digunakan, seperti pendekatan matematis atau sosial. Dalam konteks yang lain,
kerangka kerja adalah reprensentasi dari sebuah gagasan dan merupakan batang
tubuh pengetahuan yang dapat dipahami oleh orang yang mempelajarinya atau
menggunakannya.
Kerangka
merupakan istilah dasar yang mencakup struktur. Struktur adalah cara sesuatu
disusun atau dibangun dengan pola tertentu dan pengaturan unsur-unsur atau
bagian-bagian tertentu. Salah satu cara menyusun taksonomi bisa dengan
menggunakan pola menurut daftar yang merupakan susunan kata-kata atau
simbol-simbol secara berderet dari atas ke bawah atau sebaliknya.
Suatu daftar dalam konteks
taksonomi merupakan perangkat yang menyajikan koleksi isi dari kemungkinan
berupa urutan atau bukan. Akan tetapi prinsip pengorganisasian harus jelas dan
lebih mudah digunakan, misalnya dengan indeks abjad atau kronologi peristiwa.
Suatu daftar dengan pengodefikasian memiliki daftar kata-kata yang menunjukan
berpikir yang diambil dari suatu klasifikasi. Klasifikasi yang disajikan
menurut abjad, daftar, persediaan, kelompok, taksonomi,dan kerangka seperti
menghitung, menimbang-nimbnang, menyimpulkan, mempertimbangkan, merenungkan,
meperkirakanmdan lain-lain.
3. Kelompok
Kelompok
merupakan himpunan, kumpulan atau golongan yang memiliki atribut sama dan atau
memiliki hubungan dengan pihak yang sama. Secara matematis kelompok termasuk ke
dalam teori himpunan, yang terkait dengan logika simbolik dan mejadi cikal
bakal pengembangan.
Kumpulan
dari suatu benda atau objek studi adalah kelompok, atau disebut juga wilayah lapangan. Bidang
ini dapat dibagi dalam kelompok yang lebih kecil sesuai kebutuhan, untuk lebih
spesifik dan memberikan perbedaan antara studi benda-benda. Daftar kelompok mungkin tidak lebih baik dari
checklist, meskipun yang satu ini lebih pendek daripada yang lain. Pada saat
yang sama, tempatkan objek studi dalam kelompok yang dapat memberi perhatian
orang untuk mengabaikan atribut lainnya. Misalnya, cuaca dapat dikategorikan
sebagai “tenang berangin” dan “badai”, tetapi tidak perlu pembagian pembedaan
antara angin yang sangat kuat dan angin badai.
C. Perspektif Filsafat
Ciri
ilmu yakni mempergunakan metode, dalam kajian ilmu maka menggunakan metode yang
ilmiah. Metode ilmiah mengadakan penataan data yang sebelum ditata biasanya
merupakan tumpukan yang kacau balau. Selain itu ilmu adalah pembatasan
prosedur-prosedur yang dapat membimbing penelitian menurut arah tertentu. Suatu
metode disusun menurut bahasa, atau lebih luas memakai suatu sistem lambang.
Suatu metode menggunakan istilah-istilah dan aturan-aturan bagaimana
istilah-istilah tersebut dapat dipergunakan. Istilah tersebut dapat merupakan
pengertian-pengertian yang sudah diketahui dan lantaran aturan-aturan
memperoleh arti khas seperti binatang menyusui, peran sosial, ataupun bisa
merupakan istilah baru , seperti dalam
bahasa ilmiah semisal antimateri, paradoks, kromosom , ataupun istilah dapat
berupa lambang, seperti dalam matematika seperti “x”, ”^”, dan sebagainya. [14] dalam metode atau bisa dibilang konsep metode ilmiah sering menggunakan cara
berpikir tertentu.
Berpikir
dalam konteks belajar filsafat sangat diperhatikan, karenanya sangat
penting. Mengingat, terdapat pembagian
secara epistemologis, ontologis, aksiologis, dan sebagainya. Seperti menurut
Jean Piaget terdapat konteks perbedaan
ketrampilan berpikir. Dalam konteks kerangka
kerja taksonomi, telah dijelaskan tentang adanya konsep-konsep dalam pemikiran
dan berpikir kritis. Secara umum berpikir dapat dikelompokkan ke dalam dua hal,
deskriptif dan normatif.[15]
Deskriptif atau Normatif
Definisi
berpikir deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandang sebagai
ketrampilan kognitif dan proses mental atau prosedur yang terlibat dalam berbagai
aspek pemikiran. Berdasarkan itu,
berpikir adalah proses mental tertentu, seperti mengklasifikasikan lalu
mengevaluasi, dan terakhir menyimpulkan. Pandangan prosedural sering diambil
untuk mengisyaratkan bahwa berpikir dan memecahkan masalah dapat dilakukan
dengan mempraktikan serangkaian langkah atau prosedur.Adapun berpikir normatif
adalah berpikir kritis, yang berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung
makna nilai-nilai[16].
Berpikir semacam ini cenderung lebih sempit karena adanya aturan rasional dan
empiris sebagaimana dalam bidang filsafat.
Dalam
filsafat, berpikir tentunya memiliki peranan yang membantu dan menentukan. Dalam
berpikir komponen taksonomi terdapat objek, umpamanya marilah kita contohkan ,
dimana obyek yang ingin diamati sudah ditentukan. Namun bila disadari bahwa
obyek tersebut tidaklah sederhana. Biasanya objek itu rumit, mungkin memiliki
beratus-ratus segi, aspek, karakteristik dan sebagainya. Pikiran kita tak
mungkin untuk mencakup semuanya dalam suatu ketika. Dalam rangka untuk mengenal
benar-benar objek semacam itu, seseorang haruslah rajin memperhatikan semua
seginya, membanding-bandingkan apa yang telah dilihatnya, dan selalu
menganalisa objek tersebut dari berbagai sudut pendirian yang berbeda. [17]
dari itu semua maka hal itu bisa disebut dalam kategori pengamatan sekaligus
berpikir kritis untuk mencari data dan fakta.
Selanjutnya,
kita tahu setelah melakukan pengamatan dan pengumpulan data, terdapat tahap
selanjutnya yakni penyusunan dan klasifikasi data. Tahap ini menekankan
penyusunan fakta dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis dan kelas-kelas. Dalam
setiap cabang ilmu, usaha seperti mengidentifikasikan, menganalisis,
membandingkan dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung adanya sistem klasifikasi
ini yang disebut dengan taksonomi , dan dalam konteks modern ini, ilmuwan harus
menyempurnakan taksonomi khusus dalam bidang keilmuwan mereka.[18]
Maka, diketahui taksonomi sangat penting dalam keilmuwan, dalam konteks modern
ini, orang-orang harus mampu menemukan sistem taksonomi yang sesuai dengan
bidang keilmuwan mereka.
Klasifikasi,
pemberian nama dan penataan sifat-sifat tertentu merupakan bagian yang
terpenting dari bagaimana caranya para ilmuwan melakukan pengamatan dan
deskripsi. Misalnya saja, sebelum nomenklatur- yakni sistem penamaan yang
menguraikan sifat-sifat tertentu dari tumbuhan dan hewan- dikembangkan dalam
abad kedelapan belas, biologi modern tidak dapat berkembang secara
sistematis.begitu juga sampai abad kesembilan belas dimana atom diberi nama dan
diklasifikasikan dalam bentuk tabel periodik, yang tanpa klasifikasi ahli ilmu
tak mampu mengembangkan sistem “tabel periodok” yang sangat berguna dalam
pengorganisasian ilmu modern.[19]
Klasifikasi
sendiri merupakan konsep dalam ilmu, selain perbandingan, kuantitatif dan
peluang. Kesemua konsep tersebut sebenarnya saling berkaitan, sebagaimana
konsep perbandingan (komparatif) sangat berperan dalam sebagai perantara
anatara konsep klasifikasi dan konsep kuantitatif.sebuah konsep klasifikasi semisal
“panas” dan “dingin” menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas. Suatu
konsep perbandingan “lebih panas” atau “lebih dingin” mengemukan hubungan
mengenai objek dalam norma yang mencakup lebih atau kurang dibandingkan objek
lain. Dan dengan konsep perbandingan ini akan dengan mudah mwmbawa kita pada
konsep kuantitatif,semisal temperatur yang sebelumnya melakukan perbandingan
mengenai “lebih panas” atau “lebih dingin”.[20]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
·
Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu objek berdasarkan hirarki (tingkatan) tertentu. Komponen
taksonomi berupa objek, kerangka kerja dan kelompok. Dalam penelitian, metode
taksonomi dapat dikenal juga dengan klasifikasi.
·
Dalam bidang ilmu, terutama filsafat
ilmu, metode taksonomi juga dikenal dengan metode klasifikasi atau pun
pengelompokan. Klasifikasi adalah metode berpikir yang dapat mengantar pada
metode penelitian kuantitatif. Bermula dari klasifikasi, lalu berkembang
menjadi komparatif (perbandingan) dan akhirnya menjadi kuantitatif.
B. Kritik dan Saran
Dalam tulisan ini, tentunya masih tidak
luput dari kekurangan atau pun kesalahan, karenanya kami sangat menerima atas
saran dan kritikan, terutama saran dan kritikan yang membangun guna menjadikan
tulisan lebih baik kedepannya.
SILAHKAN SHARE JIKA BERMANFAAT :) YA pemirsa..!!!
Daftar Pustaka
Kuswana ,Wowo Sunaryo.
2013.Taksonomi Berpikir.Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Maksum,Ali. 2012. Pengantar
Filsafat: Dari masa klasik hingga postmodernisme .Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Suriasumantri ,Jujun S.
1985.Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah
Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Gramedia.
Peursen ,C.A. Van. 1993. Susunan
Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
[1]
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari masa klasik hingga postmodernisme
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012), hlm.15.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia,(jakarta:
Gramedia, 2008), hlm. 767
[3]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 1-2
[4]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 2
[5]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 3
[6]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 3
[7]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 8
[8]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 10
[9]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 11
[10]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 5
[11]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 6-7
[12]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 7
[13]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 12-15
[14]
C.A. Van Peursen, Susunan Ilmu
Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1993), hlm. 16
[15]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 17-18
[16]
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi
Berpikir, hlm. 18
[17]
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, (Jakarta: Gramedia,
1985), hlm. 53
[18]
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, hlm. 106
[19]
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, hlm. 136-137
[20]
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, hlm. 147-148
Tidak ada komentar:
Posting Komentar