Pentingkah Ajaran Tasawuf dan Tarekat di era Global



http://media.nationalgeographic.co.id/daily/640/0/201510151742788/b/foto-lingkaran-radio-raksasa-ternyata-lazim-ditemukan-di-galaksi-spiral.jpg

Hampir setiap kitab yang ditulis para ulama sufi, seperti misalnya Ihyaulum al-Din, Al-Hikam, dan sebagainya, selalu mengungkapkan bahwa ilmu tasawuf itu adalah ilmu Hakikat, yang bisa mengantar manusiajadi Insan Kamil. Yakni bisa mengantar manusia ke drajat yang selapis di bawah tingkat kenabian. Bahkan dengan ilmu tasawuf ini menurut al-Ghazali manusia bisa mendapatkan ilmu yang ladunniyah (ilmu gaib). Dengan demikian wajar apabila orang-orang awam juga sangat berkeinginan untuk ikut belajar dan menikmati kehebatan ilmu semacam ini. Jadi mereka juga menuntut untuk ikut menjalankan ilmu tasawuf, walaupun sebatas kemampuan mereka yang memang awam. Para ulama sufi sebenarnya menyadari bahwa tasawuf adalah ilmu bagi golongan khawas. Yakni ilmu yang memang hanya bisa dicapai dan dinikmati segolongan kecil para elit kerohanian. Tidak mungkin bagi orang awam untuk bisa mengalami secara langsung makrifat kepada Allah SWT. itu. Namun demikian ada segolongan ulama sufi yang berusaha membimbing orang-orang awam untuk bisa ikut ambil bagian dalam menj alankan ajaran tasawuf sejauh yang mungkin dapat mereka lakukan. Untuk memenuhi tuntutan di atas timbullah upaya para guru sufi yang berusaha menciptakan teknik-teknik zikjr dan aurad-aurad yang praktis untuk menuntun sejumlah murid-murid menurut teknik yang mereka ciptakan itu. Maka dengan jalan ini mulai muncul ikatan-ikatan ketarekatan yang oleh sarjana-sarjana orientalis mereka namakan sufi orders (ordo-ordo tarekat).[1]
Dari uraian singkat tersebut di atas, mulai terjadi perubahan dalam penerapan ajaran tasawuf. Yakni mulai terjadi perubahan fungsi guru. Pada mulanya para ulama sufi manganjurkan agar orang-orang yang menempuhjalan tasawuf memerlukan seorang guru yang berpengalaman sebagai penasihat, terutama dalam upaya penyucian hati dengan lewat maqam-maqam kenaikan rohani. Yakni guru sangat diperlukan agar tidak sesat ke jalan kesesatan, dan sebagai pengamat dalam pengendalian hawa nafsu, jangan sampai masih dihinggapi rasa riya' dan takabur yang sangat rumit dan halus. Kemudian dengan munculnya ordo-ordo ketarekatan fungsi guru bukan lagi terbatas pada pengamat dan penasehat, akan tetapi kini guru jadi pengajar dan pembimbing para murid dalam mengamalkan teknik-teknik zikir dan mengamalkan aurad-aurad tertentu seperti yang diajarkan oleh sang guru agung pencipta teknik-teknik zikir dan pembina ordo ketarekatan mereka. Dan nama setiap ordo ketarekatan selalu dihubungkan dengan nama guru agung pencipta ajaran tarekatnya. Ordo yang menganut teknik zikir ciptaan Syeh Abdul Qadir al-Jailani, dinamakan tarekat Qadiriyah.Tarekat yang menganut ajaran Maulana Jalaluddin al-Rumi dinamakan tarekat Maulawiyah. Sedang tarekat yang dibina oleh Ahmad Badawi di Mesir, dinamakan tarekat Badawiyah atau tarekat Ahmadiyah. Dan demikian seterusnya bagi tarekat-tarekat lainnya. [2]Sayangnya sependapat dengan Martin Van Bruisen, menurut saya,legitimasi dari“silsilah” tarekat yang dibanggakan gerakan tarekat, ternyata rancu dalam kesejarahan, terutama Tareqat Naqsabandiyah yang dia teliti Van Bruisen di Indonesia. Namun demikian, dari abad 18,19,20 , Tarekat ini menjadi spirit gerakan perlawanan terhadap penjajahan. Contohnya sanusiyah Libya, naqsabandiyah pakistan, juga yang ada di Indonesia.
Di era sekarang abad 21, semula banyak orang terpukau dengan modernisasi, mereka menyangka bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa kesejahteraan. Mereka lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba gemerlap memukau itu ada gejala Hedonisme. Gejalanya dapat kita saksikan seperti semakin meningkatnya angka-angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kekerasan, perkosaan, judi, penyalahgunaan obat terlarang/narkotika, kenakalan remaja, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa, dan lain sebagainya. Apakah karena tasawuf mandul?, ternyata sekarang sudah mulai ada pengembangan  yakni seperti tasawuf positif  yang tidak menjauhi dunia, dalam hal ini seperti politik, lihat saja misalnya Al-Ghazali yang malah menjauhi dunia politik yang saat itu politik dalam Islam sedang memanas perihal seperti perang Salib dan lain-lain. Tasawuf positif ini hadir karena ditandai oleh krisis yang mendalam pada berbagai aspek kehidupan. Orang-orang, terutama di wilayah urban dan sub-urban, merasakan bahwa kehidupan di sekitar mereka semakin keras, sulit dan penuh dengan kriminalitas. Urbanisasi besar-besaran membuat kehidupan di wilayah-wilayah ini seolah-olah telah terlepas dari kontrol. Jadi, pada saat yang sama masyarakat telah ditaklukkan oleh Globalisasi; dunia menjadi kampung global, maka itu perlunya hadir tasawuf model positif ini.[3]


[1] Simuh, Tasawuf Dan perkembangannya dalam Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1997),238
[2] Simuh, Tasawuf Dan perkembangannya dalam Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1997),239
[3] sudirman tebba, Tasawuf Positif, (bogor:kencana,2003), halaman pengantar

“Profesionalisme Media” Online di Indonesia



http://www.acehtrend.co/img_6663/

Pemberitaan media harusnya obyektif,netral, dan menjunjung tinggi keadilan. Namun,hampir tidak ada media yang sedemikian rupa, sebagaimana menurut paham Marx, media adalah agen utama untuk melanggengkan dominasi suatu kelas sosial. Karenanya media hanyalah alat propaganda  suatu institusi media untuk tujuan-tujuan tertentu. Setidaknya, institusi media pastilah mengarah ke industrisasi, yang mana akan menggunakan berbagai cara untuk keuntungan pihaknya.
Oleh karenanya, bila seseorang  tidak bisa lepas dari media sebaiknya memiliki pemikiran kritis terhadap media. selain mencari asal sumber berita atau media penyiarnya untuk memperoleh keaslian berita, dengan konfirmasi ke sumber resminya,yang mana semakin terkenal dan jelas suatu institusi media, maka semakin terpercaya. Kita haruslah verifikasi institusi media dengan membandingkan dengan berbagai institusi media lainnya. Pastilah kita akan menemukan ciri khas setiap institusi media, seperti dari ragam beritanya,intensitasnya,titik tekannya sebagai contoh:  hanya menonjolkan berita politik. Lebih lanjut, semakin ganjil dan menyimpang suatu berita dari pola umumnya pastilah ada maksud tertentu, yang mana akan terjadi pro dan kontra suatu berita pula.
Sebagaimana yang akan saya analisa dalam pemberitaan media sebagai berikut. Berita pada tanggal 23 Maret 2017, yakni kasus berita korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik, hasil persidangan  Miryam Haryani sebagai saksi yang mencabut BAP,  karena mengaku ditekan penyidik KPK saat diperiksa, sehingga menurutnya BAP tidak sesuai. Berita di atas sangatlah kompleks, saya hanya mencoba mengambil pola umum yang menurut saya hampir diketahui  dan diterima semua orang. Hal-hal yang mengundang pro dan kontra tidak perlu disebutkan lebih jauh, saya harus netral,tidak perlu mendukung Miryam atau  mendukung KPK.
Namun, terlihat pemberitaan kasus tersebut, dari berbagai media sangat beragam, terlihat media-media sudah mulai memberikan berbagai pilihan, seperti mengarahkan antara mendukung Miryam atau KPK yang kasusnya masih berlanjut. Disini saya hanya membandingkan judul berita kasus tersebut, yang viral pada kamis, 23 Maret sekitar jam 16:00-17:00an WIB, tidak sampai isi yang sudah kompleks. Seperti berita online dari kompas ,  memberi Judul “Mengaku diancam, Miryam Haryani akan dikonfrontasi dengan penyidik KPK”.[1] lalu dari viva ,memberi judul “Cerita saksi E-KTP ditekan penyidik, Sampai Bamsoet-Aziz BAB.”[2], lalu dari Tribunnews,berjudul Penyidik KPK disebut ancam anggota DPR Miryam saat Pemeriksaan kasus e-KTP”.[3] Sementara dari Republika , berjudul “Sambil menagis, anggota DPR Fraksi Hanura cabut BAP kasus KTP-EI”[4], lalu dari detik, berjudul “ Miryam: Novel sebut pemeriksaan Aziz dan Bamsoet, saya takut pak” [5]dan okezone ,” bantah terlibat proyek E-KTP, politikus  Hanura menangis di persidangan”. [6]
Tidak perlu jauh medalami isi berita di atas, dari berbagai judul di atas bila kita cermat akan menemukan berbagai perbedaan. Berita di atas adalah kasus yang sama, tapi terlihat bagaimana penyajian redaksi dari berbagai media tersebut berbeda-beda. Dari berita di atas, saya menemukan sesutu yang ganjil, pertama, penekanan tentang “fraksi Hanura”. Kedua, penulisan tentang Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
Pertama, penekanan tentang “fraksi Hanura”. Dari semua media di atas, isi beritanya  menuliskan Miryam Haryani sebagai bagian dari fraksi partai Hanura, tapi terlihat terdapat perbedaan penekanan dalam letak penulisannya. Media berita online nasional Okezone dan Republika terang-terangan menuliskan istilah “Hanura” di bagian judul berita. Lalu, untuk media berita online seperti Detik dan Viva menuliskan pada bagian isi beritanya. Sementara Tribbunnews dan Kompas juga menuliskan pada beritanya, namun agak disembunyikan, di media Kompas , dituliskan dalam link berita yang berbeda, itupun dibagian tengah isi berita, di link berita satu tidak disebutkan, di link berita lain disebutkan, jadi hanya satu dua kali dituliskan itupun di link berita yang lain. Kalau di Tribbunnews,juga hanya dituliskan dibagian tengah isi berita saja.  Dari perbedaan penekanan di atas, kesimpulan kasar saya yakni ada berita Media online yang mencoba menjatuhkan keberadaan partai Hanura, lalu ada yang Netral sebagiamana adanya, dan terakhir mungkin ada yang mencoba melindungi keberadaan partai Hanura. Tapi sekali lagi, kesimpulan saya  hanayalah partikular yang mungkin hanya berlaku pada kasus di atas dan tidak bermaksud menjatuhkan media online yang terkait.
Kedua, penulisan tentang Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Semua media memberikan singkatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dengan istilah e-KTP/E-KTP, kecuali media Republika yang memberikan singkatan dengan istilah KTP-EL. Setelah menelusuri web berita Republika ternyata semenjak kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik menguat Republika sudah menggunakan istilah KTP-el, terlihat pada berita tanggal 07 Desember 2017 yang berjudul “KPK Periksa Ganjar Pranowo Terkait Kasus KTP-el”, tapi dalam isi berita tersebut masih menuliskan istilah KTP elektronik dengan e-KTP. Dari hasil penelusuran di atas jelaslah ada maksud tertentu Republika mengganti istilah e-KTP dengan KTP-el/KTP-El, walaupun mungkin itu hanya sekedar pemilihan bahasa saja, yang mungkin bahasanya lebih baku.
Dari penjelasan di atas, saya menarik kesimpulan bahwa media, terutama media yang sangat praktis dan cepat disiarkan ke masyarakat seperti media online, cenderung kurang memperhatikan kebenaran dan keutuhan suatu berita, namun lebih mementingkan cepat dan pertama update publikasi untuk memperoleh berita. Lalu menggunakan isu-isu tertentu yang cenderung unik ataupun  kontroversial untuk memperoleh rating berita ataupun mem-blowup berita tertentu seperti perpolitikan untuk tujuan tertentu.


[1] Mengaku diancam, Miryam Haryani akan dikonfrontasi dengan penyidik KPK , Diakses di http://nasional.kompas.com/read/2017/03/23/16433271/mengaku.diancam.miryam.haryani.akan.dikonfrontasi.dengan.penyidik.kpk , pada 25 Maret 2017
[2] Cerita saksi E-KTP ditekan penyidik, Sampai Bamsoet-Aziz BAB ,Diakses di http://m.viva.co.id/berita/nasional/897328-cerita-saksi-e-ktp-ditekan-penyidik-sampai-bamsoet-aziz-bab ,pada 25 Maret 2017
[3] Penyidik KPK Disebut Ancam Anggota DPR Miryam Saat Pemeriksaan Kasus e-KTP, diakses di http://www.tribunnews.com/nasional/2017/03/23/penyidik-kpk-disebut-ancam-anggota-dpr-miryam-saat-pemeriksaan-kasus-e-ktp , pada 25 Maret 2017
[4] Sambil Menangis, Anggota DPR Fraksi Hanura Cabut BAP Kasus KTP-El, diakses di http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/03/23/on9h8j361-sambil-menangis-anggota-dpr-fraksi-hanura-cabut-bap-kasus-ktpel ,pada  25 Maret 2017
[5] Miryam: Novel sebut pemeriksaan Aziz dan Bamsoet, saya takut pak, diakses di http://news.detik.com/berita/d-3455231/miryam-novel-sebut-pemeriksaan-aziz-dan-bamsoet-saya-takut-pak , pada 25 Maret 2017
[6] Bantah Terlibat Proyek E-KTP, Politikus Hanura Menangis di Persidangan , diakses di http://news.okezone.com/read/2017/03/23/337/1650106/bantah-terlibat-proyek-e-ktp-politikus-hanura-menangis-di-persidangan , pada 25 Maret 2017

Berpikir dengan Taksonomi



                                               
      
Taksonomi: Komponen dan Perspektif Menurut Filsafat

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Novian Widiadharma, S.Fil., M.Hum

images.jpg
Oleh :
Muhammad Habibul Mushtofa (15520003)

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016/2017

BAB I
PENDAHULUAN
               
A.     Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang memiliki akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiranya manusia bertahan hidup. Di masa lalu, manusia menggunakan akal dan pikiranya untuk bertahan hidup dan dengan akal dan pikirannya manusia mempunyai banyak pengetahuan.
Dengan dibekali rasa ingin tahu manusia  berusaha memecahkan permasalahan yang ada. dari masa ke masa, permasalahan manusia semakin kompleks. Namun demikian, pengetahuan manusia pun semakin banyak. Dan dengan pengetahuannya manusia lahirlah ilmu pengetahuan.
Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas berpikir. Karena itu inti berfilsafat adalah berpikir. Namun, tidak semua aktivitas berpikir dapat disebut berfilsafat. Berpikir yang dapat disebut berfilsafat adalah berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni berpikir yang radikal, sistematis, dan universal. Berfilsafat adalah berpikir yang bertujuan. Tujuannya adalah memperoleh pengetahuan, yakni pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat manusia dapat sampai kepada kebenaran. [1]
Sebelum mengetahui lebih jauh, kita harus mengetahui apa sebenarnya itu berpikir?, seperti apa sebenarnya berpikir, dan bagaimana cara berpikir yang benar, supaya dapat dikategorikan berfilsafat. Dan berikut sedikit penjelasan apa sebenarnya berpikir itu.
Secara etimologi, kata “pikir” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akal budi, ingatan, angan-angan. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. Berpikiran artinya mempunyai pikiran, mempunyai akal. Pikiran artinya hasil berpikir dan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir, sedangkan pemikir artinya orang cerdik, pandai, serta hasil pemikirannya dimanfaatkan orang lain.[2]
Secara terminologi, menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut [3]
1.      Menurut Garret (1966) berpikir merupakan perilaku yang sering kali tersembunyi atau setengah tersembunyi di dalam lambang atau gambaran ide, konsep yang dilakukan seseorang.
2.      Menurut Gilmer (1970) berpikr merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik.

Dari penjelasan pengertian berpikir di atas, diketahui  adanya sesuatu gambaran yang berada dalam diri seseorang dan sesuatu tenaga yang dibangun oleh unsur-unsur dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas. Seseorang akan melakukan aktivitas setelah adanya pemicu potensi. Isi yang terkandung di dalam potensi seseorang bias berupa subjek aktif dan aktivitas idealisasi dan atau berupa interaksi aktif yang bersifat spontanitas. Oleh karena itu, dalam berpikir terkandung sifat, proses dan hasil. [4]
Sifat berpikir merupakan suatu suatu keadaan mental dan dapat dipersepsikan serta diinterpretasikan.  Sehingga, setiap individu pada situasi dan kondisi tertentu memiliki kebutuhan yang memaksanya untuk berpikir.Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek ynag mempengaruhinya.  Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan pengalaman sebelumnya.[5]
Hasil berpikir merupakan suatu yang dihasilkan melalui proses berpikir dan membawa atau mengarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran. Hasil berpikir dapat berupa ide, gagasan, penemuan, dan pemecahan masalah, keputusan, serta dapat dikonkretisasi ke arah perwujudan, baik berupa tindakan untuk mencapai tujuan kehidupan praksis maupun untuk mencapai tujuan keilmuan tertentu.[6]
 Ternyata berpikir itu sangat kompleks, bagaimana penjelasan di atas menyebutkan bahwa berpikir itu terdapat sifat, proses dan juga hasil. Dalam filsafat sendiri tentu hasil yang dicari adalah pengetahuan, atau setidaknya mencoba mencari kebenaran. Proses berpikir dalam filsafat tentunya memakai metode dalam filsafat dan juga sifat-sifat dari berpikir filsafat sendiri.
Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai taksonomi dalam berpikir, bagaimana pengertian dan komponen dalam berpikir taksonomi itu,  dan bagaimana pentingnya metode  taksonomi itu dalam pandangan filsafat.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dan komponen dari taksonomi ?
2.      Bagaiamana perspektif filsafat mengenai berpikir taksonomi ?

C.    Tujuan
Dari rumusan masalah maka tujuan penulisan sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian dan komponen dari taksonomi.
2.      Mengetahui pandangan filsafat mengenai berpikir taksonomi.
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Taksonomi

Kata Taksonomi berasal dari Bahasa Yunani tassein yang berarti “untuk mengelompokan” dan nomos yang berartiaturan”.  Taksonomi dapat diartiakan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hirarki (tingkatan) tertentu. Posisi taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.[7]
Taksonomi memberikan kemudahan dalam mendukung cara berpikir, melalui pengelompokan unsur-unsurnya, selanjutnya diurutkan ke dalam masing-masing kelompok dan menghasilkan aturan dua dimensi, semisal besar atau kecil. Dengan aturan ini akan memiliki peluang untuk memprediksi unsur-unsur yang belum ditemukan dan menjelaskan sifat. Akan tetapi, taksonomi sebagai alat pendeskripsian tidak menawarkan penjelasan sebab akibat, dan terbatas pada informasi yang mendukung spekulasi dari suatu teori.[8]
Taksonomi berguna untuk memfasilitasi proses mental, terutama untuk memperoleh dan mencapai tujuan, atau dengan kata lain sebagai alat belajar berpikir. Taksonomi memecahkan bagian menjadi unit-unit yang berhubungan dengan unit lainnya secara komprehensif, tetapi ringkas dan jelas sebagai kata kunci.[9] Dengan kata lain, dalam taksonomi memerlukan proses berpikir, terutama menggunakan metode atau pun konsep.
Berpikir secara konseptual memiliki perbedaan cara pandang sesuai dengan teori yang dijadikan landasan oleh para ahli. Misalnya berpikir dari aspek Psikologi, sangat erat kaitannya dengan sadar dan kesadaran dan dari aspek Filsafat terkait dengan nalar atau penalaran.
Dalam berpikir sebagai kesadaran, secara kronologis  perkembangan kesadaran berlangsung dalam tiga tahap: tahap sensasi (pengindraan), tahap persetual (pemahaman), dan konseptual (pengertian). Sensasi tidak begitu saja disimpan dalam ingatan manusia, karena manusia tidak pasti mengalami sensasi murni yang terisolasi dalam ingatan. Karena itu ada tingkatannya, dan persepsi adalah sekelompok sensasi yang secara otomatis tersimpan dan diintegrasikan oleh otak dari suatu organisme yang hidup. Maka dari itu, manusia melalui persepsi dapat memahami suatu fakta dan kenyataan. [10]
Dalam berpikir sebagai penalaran mengandung makna yang khas dan lebih sempit dibandingkan berpikir. Bernalar merupakan kegiatan berpikir untuk menarik kesimpulan dari premis-premis yang sebelumnya telah diketahui dan ditetapkan. Apabila yang di cari merupakan penarikan kesimpulan, maka bisa dilakukan dalam bentuk induktif atau deduktif. Penalaran induktif merupakan proses menarik kesimpilan umum (universal) dari suatu rentetan peristiwa spesifik. Sedangkan penalaran deduktif merupakan simpulan khusus yang dilandasi oleh hokum atau pernyataan ilmiah umum.  Selain induktif dan deduktif, menurut Floyd.L. Ruch (1967) menambahkan bentuk evaluatif. Adapun penalaran evaluatif berupa melakukan penilaian atas dasar tahapan-tahapan yang seharusnya terjadi sesuai dengan hukum-hukum atau kaidah yang ditetapkan, apakah telah sesuai atau tidak dan bagaimana seharusnya. [11]
Berdasarkan pandangan tersebut, bernalar merupakan kegiatan berpikir merujuk pada hukum logika sebagai proses rasional, walaupun belum ada jaminan akan menghasilkan kebenaran. Pada hal ini, belum terjadi adanya benar dan salah, melainkan betul atau keliru, valid atau tidak valid. Hal itu disebabkan adanya premis-premis yang mendasarinya untuk menjadi kesimpulan yang disebut konklusi, dan adanya hubungan antara premis dan konklusi yang disebut konsekuensi. [12]

B.     Komponen Taksonomi
Seperti metode lainnya dalam sebuah penelitian di lapangan, fokus utama taksonomi adalah objeknya, namun juga perlu sebuah rancangan kerja untuk pengelompokan objek sebagaimana tujuan utama taksonomi. Oleh karenanya komponen taksonomi berupa objek, kerangka kerja dan kelompok. Berikut komponen-komponen yang dimaksud :[13]
1.      Objek
Objek mempunyai makna yang dapat diartikan dari berbagai sudut pandang, seperti kebahasaan, kebendaan, psikologi dan filsafat.  Makna objek dari sudut kebahasaan adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan, atau secara tata bahasa adalah suatu nomina, pronominal, atau frase yang menerima, dipengaruhi oleh satu kata kerja dalam kalimat, suatu kata benda yang diatur preposisi. Dari segi kebendaan objek adalah suatu benda yang dapat diamati nyata melaui penginderaan; sementara dari sudut psikologi yaitu fokus perhatian, perasaan, pikiran, atau tindakan; dan dari sudut filsafat yaitu pandangan yang dimengerti oleh suatu pikiran.
            Objek dunia sering tersajikan memiliki sifat ketidaksamaan, sehingga benda-benda dapat dibedakan keberadaannya dan manusialah yang melakukan pencirian ketidaksamaan. Dengan melakukan hal tersebut manusia dapat mengurangi kompleksitas, memungkinkan deskripsi lebih spesifik, dan mengurangi beban pikiran dalam pengelolaan objek.
                                                           
2.      Kerangka kerja
Kerangka kerja merupakan garis besar dari suatu rancangan atau sistem dasar suatu prinsip, konsep, atau nilai yang merupakan ciri khas dari sesuatu yang digunakan, seperti pendekatan matematis atau sosial. Dalam konteks yang lain, kerangka kerja adalah reprensentasi dari sebuah gagasan dan merupakan batang tubuh pengetahuan yang dapat dipahami oleh orang yang mempelajarinya atau menggunakannya.
Kerangka merupakan istilah dasar yang mencakup struktur. Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun dengan pola tertentu dan pengaturan unsur-unsur atau bagian-bagian tertentu. Salah satu cara menyusun taksonomi bisa dengan menggunakan pola menurut daftar yang merupakan susunan kata-kata atau simbol-simbol secara berderet dari atas ke bawah atau sebaliknya.
Suatu daftar dalam konteks taksonomi merupakan perangkat yang menyajikan koleksi isi dari kemungkinan berupa urutan atau bukan. Akan tetapi prinsip pengorganisasian harus jelas dan lebih mudah digunakan, misalnya dengan indeks abjad atau kronologi peristiwa. Suatu daftar dengan pengodefikasian memiliki daftar kata-kata yang menunjukan berpikir yang diambil dari suatu klasifikasi. Klasifikasi yang disajikan menurut abjad, daftar, persediaan, kelompok, taksonomi,dan kerangka seperti menghitung, menimbang-nimbnang, menyimpulkan, mempertimbangkan, merenungkan, meperkirakanmdan lain-lain.

3.      Kelompok
Kelompok merupakan himpunan, kumpulan atau golongan yang memiliki atribut sama dan atau memiliki hubungan dengan pihak yang sama. Secara matematis kelompok termasuk ke dalam teori himpunan, yang terkait dengan logika simbolik dan mejadi cikal bakal pengembangan.
Kumpulan dari suatu benda atau objek studi adalah kelompok,  atau disebut juga wilayah lapangan. Bidang ini dapat dibagi dalam kelompok yang lebih kecil sesuai kebutuhan, untuk lebih spesifik dan memberikan perbedaan antara studi benda-benda.  Daftar kelompok mungkin tidak lebih baik dari checklist, meskipun yang satu ini lebih pendek daripada yang lain. Pada saat yang sama, tempatkan objek studi dalam kelompok yang dapat memberi perhatian orang untuk mengabaikan atribut lainnya. Misalnya, cuaca dapat dikategorikan sebagai “tenang berangin” dan “badai”, tetapi tidak perlu pembagian pembedaan antara angin yang sangat kuat dan angin badai.

C.     Perspektif Filsafat
Ciri ilmu yakni mempergunakan metode, dalam kajian ilmu maka menggunakan metode yang ilmiah. Metode ilmiah mengadakan penataan data yang sebelum ditata biasanya merupakan tumpukan yang kacau balau. Selain itu ilmu adalah pembatasan prosedur-prosedur yang dapat membimbing penelitian menurut arah tertentu. Suatu metode disusun menurut bahasa, atau lebih luas memakai suatu sistem lambang. Suatu metode menggunakan istilah-istilah dan aturan-aturan bagaimana istilah-istilah tersebut dapat dipergunakan. Istilah tersebut dapat merupakan pengertian-pengertian yang sudah diketahui dan lantaran aturan-aturan memperoleh arti khas seperti binatang menyusui, peran sosial, ataupun bisa merupakan istilah baru  , seperti dalam bahasa ilmiah semisal antimateri, paradoks, kromosom , ataupun istilah dapat berupa lambang, seperti dalam matematika seperti “x”, ”^”, dan sebagainya. [14]  dalam metode atau bisa dibilang konsep  metode ilmiah sering menggunakan cara berpikir tertentu.
Berpikir dalam konteks belajar filsafat sangat diperhatikan, karenanya sangat penting.  Mengingat, terdapat pembagian secara epistemologis, ontologis, aksiologis, dan sebagainya. Seperti menurut Jean Piaget  terdapat konteks perbedaan ketrampilan berpikir.  Dalam konteks kerangka kerja taksonomi, telah dijelaskan tentang adanya konsep-konsep dalam pemikiran dan berpikir kritis. Secara umum berpikir dapat dikelompokkan ke dalam dua hal, deskriptif dan normatif.[15]

Deskriptif atau Normatif
Definisi berpikir deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandang sebagai ketrampilan kognitif dan proses mental atau prosedur yang terlibat dalam berbagai aspek pemikiran.  Berdasarkan itu, berpikir adalah proses mental tertentu, seperti mengklasifikasikan lalu mengevaluasi, dan terakhir menyimpulkan. Pandangan prosedural sering diambil untuk mengisyaratkan bahwa berpikir dan memecahkan masalah dapat dilakukan dengan mempraktikan serangkaian langkah atau prosedur.Adapun berpikir normatif adalah berpikir kritis, yang berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung makna nilai-nilai[16]. Berpikir semacam ini cenderung lebih sempit karena adanya aturan rasional dan empiris sebagaimana dalam bidang filsafat.

Dalam filsafat, berpikir tentunya memiliki peranan yang membantu dan menentukan. Dalam berpikir komponen taksonomi terdapat objek, umpamanya marilah kita contohkan , dimana obyek yang ingin diamati sudah ditentukan. Namun bila disadari bahwa obyek tersebut tidaklah sederhana. Biasanya objek itu rumit, mungkin memiliki beratus-ratus segi, aspek, karakteristik dan sebagainya. Pikiran kita tak mungkin untuk mencakup semuanya dalam suatu ketika. Dalam rangka untuk mengenal benar-benar objek semacam itu, seseorang haruslah rajin memperhatikan semua seginya, membanding-bandingkan apa yang telah dilihatnya, dan selalu menganalisa objek tersebut dari berbagai sudut pendirian yang berbeda. [17] dari itu semua maka hal itu bisa disebut dalam kategori pengamatan sekaligus berpikir kritis untuk mencari data dan fakta.
Selanjutnya, kita tahu setelah melakukan pengamatan dan pengumpulan data, terdapat tahap selanjutnya yakni penyusunan dan klasifikasi data. Tahap ini menekankan penyusunan fakta dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis dan kelas-kelas. Dalam setiap cabang ilmu, usaha seperti mengidentifikasikan, menganalisis, membandingkan dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung adanya sistem klasifikasi ini yang disebut dengan taksonomi , dan dalam konteks modern ini, ilmuwan harus menyempurnakan taksonomi khusus dalam bidang keilmuwan mereka.[18] Maka, diketahui taksonomi sangat penting dalam keilmuwan, dalam konteks modern ini, orang-orang harus mampu menemukan sistem taksonomi yang sesuai dengan bidang keilmuwan mereka.
Klasifikasi, pemberian nama dan penataan sifat-sifat tertentu merupakan bagian yang terpenting dari bagaimana caranya para ilmuwan melakukan pengamatan dan deskripsi. Misalnya saja, sebelum nomenklatur- yakni sistem penamaan yang menguraikan sifat-sifat tertentu dari tumbuhan dan hewan- dikembangkan dalam abad kedelapan belas, biologi modern tidak dapat berkembang secara sistematis.begitu juga sampai abad kesembilan belas dimana atom diberi nama dan diklasifikasikan dalam bentuk tabel periodik, yang tanpa klasifikasi ahli ilmu tak mampu mengembangkan sistem “tabel periodok” yang sangat berguna dalam pengorganisasian ilmu modern.[19]
Klasifikasi sendiri merupakan konsep dalam ilmu, selain perbandingan, kuantitatif dan peluang. Kesemua konsep tersebut sebenarnya saling berkaitan, sebagaimana konsep perbandingan (komparatif) sangat berperan dalam sebagai perantara anatara konsep klasifikasi dan konsep kuantitatif.sebuah konsep klasifikasi semisal “panas” dan “dingin” menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan “lebih panas” atau “lebih dingin” mengemukan hubungan mengenai objek dalam norma yang mencakup lebih atau kurang dibandingkan objek lain. Dan dengan konsep perbandingan ini akan dengan mudah mwmbawa kita pada konsep kuantitatif,semisal temperatur yang sebelumnya melakukan perbandingan mengenai “lebih panas” atau “lebih dingin”.[20]
                         


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
·         Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu objek berdasarkan hirarki (tingkatan) tertentu. Komponen taksonomi berupa objek, kerangka kerja dan kelompok. Dalam penelitian, metode taksonomi dapat dikenal juga dengan klasifikasi.
·         Dalam bidang ilmu, terutama filsafat ilmu, metode taksonomi juga dikenal dengan metode klasifikasi atau pun pengelompokan. Klasifikasi adalah metode berpikir yang dapat mengantar pada metode penelitian kuantitatif. Bermula dari klasifikasi, lalu berkembang menjadi komparatif (perbandingan) dan akhirnya menjadi kuantitatif.
B.     Kritik dan Saran
Dalam tulisan ini, tentunya masih tidak luput dari kekurangan atau pun kesalahan, karenanya kami sangat menerima atas saran dan kritikan, terutama saran dan kritikan yang membangun guna menjadikan tulisan lebih baik kedepannya.
                                                      








SILAHKAN SHARE JIKA BERMANFAAT :) YA pemirsa..!!!















Daftar Pustaka

Kuswana ,Wowo Sunaryo. 2013.Taksonomi Berpikir.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maksum,Ali. 2012. Pengantar Filsafat: Dari masa klasik hingga postmodernisme .Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suriasumantri ,Jujun S. 1985.Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Gramedia.
Peursen ,C.A. Van. 1993. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.




[1] Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari masa klasik hingga postmodernisme (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012), hlm.15.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia,(jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 767
[3] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 1-2   
[4] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 2                                    
[5] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 3
[6] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 3
[7] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 8           
[8] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 10
[9] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 11
[10] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 5
[11] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 6-7
[12] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 7
[13] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 12-15
[14] C.A. Van Peursen, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 16
[15]                                                                    
[15] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 17-18      
[16] Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, hlm. 18
[17] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 53
[18] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, hlm. 106
[19] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, hlm. 136-137
[20] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, hlm. 147-148

POSTINGAN TERBARU

Keselamatan Umat non Islam dalam Al-Qur'an

MENINJAU ULANG POSISI AHLI KITAB DALAM AL-QUR’AN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hermeneutika Dosen: Prof. Syafa...