Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Buddhisme
Dosen
Pengampu : Dr. Ahmad Singgih Basuki, M.A.
Oleh
:
Muhammad
Habibul Mushtofa
(15520003)
PROGRAM
STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016/2017
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Agama Buddha muncul pada abad VI SM sebagai respon
terhadap situasi kepercayaan, sosial, budaya saat itu. Agama Buddha hidup dan
berkembang di India selama kurang lebih 3 abad lamanya yang selanjutnya tergusur dari wilayah
tersebut dan tersebar ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Sejak masa
kerajaan-kerajaan besar, masa kolonial, masa kemerdekaan dan hingga sekarang,
Buddhisme terus berproses mengikuti perjalanan waktu. Sekalipun pemeluknya di
dunia maupun di Indonesia tergolong sedikit namun hingga kini jati diri agama
ini tetap eksis bersanding bersama agama-agama lainnya.
Agama ini juga turut andil dalam mewarnai peradaban
manusia dengan prinsipnya ehipassiko, yaitu sikap terbuka bagi siapa pun yang
ingin memahaminya. Adanya beberapa pandangan yang keliru terhadap agama Buddha
ini seperti anggapan bahwa agama ini pesimistik terhadap hidup, padahal agama
ini justru mengajarkan proaktif dalam mengatasi penderitaan hidup. Terbukti
dalam ajaran dharma, yang salah satunya perihal meditasi,doa dan
aspek-aspeknya.
Oleh karena itu,dalam penulisan makalah ini, penulis
mengambil tema Doa, Meditasi dan Hari Suci Agama Buddha. Dimana akan dibahas
mengenai bagaimana sebenarnya doa, meditasi dan perayaan hari suci di dalam
agama Buddha.
2. Rumusan
Masalah dan Tujuan Penulisan
Dari uraian
latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dan tujuannya sebagai
berikut:
1.Seperti
apa doa dan meditasi dalam ajaran
Buddha?
2.Bagaimana
pelaksanaan perayaan hari Suci di dalam agama Buddha?
Sebagaimana
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini untuk:
1.
Mengetahui bagaiamana doa dan meditasi di dalam ajaran Buddha.
2.
Mengetahui bagaiamana pelaksanaan perayaan hari suci Agama Buddha.
Pembahasan
1. Doa,
Meditasi dan Hari Suci Agama Buddha
Buddha adalah seorang guru dan bukan dewa. Ibadah umat
Buddha dapat di Biara atau Vihara, di kuil dan di Altar pemujaan di rumah-rumah
umat Buddha. Dimana melakukan penghormatan di depan Patung Buddha dan
mendaraskan doa-doa suci. Tubuh, bahasa, dan pikiran merupakan unsur integral
dalam ibadat umat buddha maka meditasi yang hening, ajaran, pemberian
persembahan, dan puji-pujian dilakukan. Sebelum memasuki ruang pemujaan (ruang
altar), yang dilengkapi dengan patung Buddha para peserta ibadat menanggalkan
alas kaki mereka. Lalu mereka mengatur tangannya sebelum bersujud dengan posisi
berlutut- bagi umat buddha Theravada- atau dalam posisi berdiri bagi umat
buddha Tibet.[1]
Ada tiga persembahan pokok yang dapat dipersembahkan, yakni:
- Persembahan bunga sebagai peringatan akan kehidupan yang tidak kekal.
- Persembahan lilin untuk mengusir kegelapan.
- Persembahan dupa sebagai peringatan akan keabadian harumnya ajaran Buddha.
Dan
dalam Buddhisme Mahayana menambahkan dengan mempersembahkan tujuh macam
persembahan kepada Buddha., yang sering dilambangkan dengan tujuh mangkok air
yang dapat digunakan untuk minum.mandi atau membasuh kaki. Akhirnya setelah
melakukan persembahan kepada tiga tempat perlindungan (tri ratna) yakni Buddha,
Sangha, dan Dharma. Dan lima aturan
didaraskan. Kemudian mengucapkan beberapa mantra lalu dilanjutkan dengan
meditasi. Biasanya juga ada pengajaran sebelum ibadat selesai.[2]
A. Doa dan
Metidasi
Satu-satunya doa yang dimiliki orang-orang Theravada
adalah meditasi, sedangkan aliran mahayana menambahkan juga doa-doa permohonan,
permintaan, dan penyebutan nama Buddha. [3] Umat
Buddha melakukan meditasi untuk membebaskan pikirannya dari sifat agresif, iri
hati, dan serakah yang memang merupakan bagian dari kondisi manusia. Dengan
cara ini, mereka dapat memperoleh ketenangan dan kebijaksanaan. Doa dan
meditasi adalah dua disiplin rohani yang dapat digunakan untuk mendapatkan
sifat-sifat Buddha. Sifat-sifat tersebut berupa cinta kasih, budi baik, belas
kasih, kebahagiaan dan ketenangan dari sang Guru.[4]
a. Doa
Umat Buddha di Nepal dan Tibet menggunakan mala
(tasbih) untuk membantu mereka berdoa. Mala bisa terdiri 108, 54, atau 27
manik-manik yang terbuat dari biji-bijian, kayu, atau plastik. Umat Buddha
menggunakan manik-manik itu untuk menghitung jumlah berapa kali mereka bersujud
serta untuk menambah konsentrasi. Dengan setiap satu manik-manik, suatu mantra
diucapkanm atau nama seseorang buddha atau Boddhisatva. Untaian mala ini
kadang-kadang berisi tiga manik-manik yang lebih besar untuk mengingatkan para
peserta ibadat akan tiga tempat perlindungan, yakni Buddha, sangha, dan dharma.
Umat Buddha Tibet mempercayai bahwa ketika mantra didaraskan sekian kali, dapat
meningkatkan mereka getaran yang baik di dalam diri mereka.
Pengulangan-pengulangan mantra dapat membuka pikiran mereka kepada bentuk
kesadaran yang lebih tinggi. Mantra yang
paling agung yaitu Om mani Padme hum, yang dikenal sebagai “permata dalam bunga
teratai” karena dianggap mencakup intisari ajaran Buddha.[5]
“permata” tersebut juga dipahatkan pada silinder
kuningan yang dapat berputar yang disebut roda doa. Setiap kuil dan vihara
mempunyai satu set roda doa yang dapat diputar oleh umat Buddha sehingga
getaran dikirim ke segala penjuru. Roda yang dapat berputar masing-masing roda
berisi suatu pujian yang ditulis di seluruh permukaan roda sehingga mantra bisa
diulang-ulang sampai berkali-kali ketika roda itu diputar.[6]
b. Meditasi
Meditasi merupakan pendekatan Buddha yang paling utama
mengenai agama. Tujuan tertinggi dari meditasi adalah penerangan. Pada umumnya
meditasi dimaksudkan untuk memperkembangkan kesempurnaan spiritual, mengurangi
akibat penderitaan, menenangkan pikiran, dan membuka kebenaran mengenai
eksistensi dan hidup bagi pikiran. Keramahan dan simpati bersama dengan sikap
yang terang atas fakta kematian dan arti hidup adalah hasil-hasil meditasi.
Meditasi membantu untuk menyadari kefanaan segala sesuatu yang ada dan mencegah
keterlibatan dalam keberadaan semacam itu.[7] Sebagaimana
Buddha mencapai pencerahan melalui meditasi maka meditasi juga sangat penting
semua umat buddha baik yang ditahbiskan maupun umat awam. [8]
Dalam ajaran Buddha, seorang mediator harus menemukan kesadaran
yang lebih jauh atau dalam yang didukung oleh usaha pribadi. Sedangkan dalam
ajaran sangha, pengalaman pribadi itu harus memunculkan perasaan syukur
terhadap saudara-saudara kepercayaan lain, dan memiliki dorongan kuat untuk
menolong hidup orang lain. Itulah bentuk meditasi triple Gem, yaitu meditasi
pada Buddha, Dharma dan Sangha. Dalam
meditasi Triple Gem, seseorang bermeditasi dengan menggerakan fokus pikiran
pada bagian tubuhnya, misalnya pada
kulit dan kepala. Metode ini untuk merasakan kesadaran pada bagian tubuh yang
difokuskan. Fokus pikiran harus mampu membangun kesadaran individu mulai dari
kulit, kemudian daging dan akhirnya sampai ke tulang.[9]
Setelah melakukan meditasi Triple Gem, puncaknya
adalah orang tersebut merasa kehilangan tubuh. Tingkat ini disebut metta yakni suatu kegiatan pokok
penunggalan yang memberikan cinta universal. Metta bukan suatu latihan
kebajikan, tetapi suatu dinamika atau gerak seluruh pribadi dalam cinta yang
aktif yaitu memberikan sesuatu dari jiwa seseorang yang paling pusat. Sejak
saat itu orang tidak mencintai diri sendiri dan tidak seorang pun juga. Orang
tersebut dapat merelativisasikan hubungan dengan teman-temannya, tanpa
kehilangan konsentrasi. Tidak seorang pun menjadi miliknya, juga tidak seorang
pun termasuk musuh.[10]
Objek Meditasi
Meditasi
dibedakan dalam dua macam, yaitu:
1. Meditasi untuk mencapai ketenangan.
2. Meditasi untuk mencapai pandangan terang.
Meditasi untuk mencapai ketenangan adalah suatu usaha
melatih pikiran agar dapat menghasilkan ketenangan melalui “Pemusatan Pikiran”.Pemusatan
pikiran adalah suatu keadaan ketika semua bentuk-bentuk batin terkumpul dan
terpusat dikendalikan oleh kekuatan kemauan ditujukan ke suatu titik atau
obyek.Jadi pikiran terpusat itu adalah pikiran yang dikonsentrasikan atau
dikumpulkan ke suatu obyek. Dengan perkataan lain, pikiran itu tidak
berhamburan, melamun kian kemari. Pada umumnya, pikiran itu berhamburan ke
semua penjuru, tetapi jika mulai dipusatkan ke suatu obyek, maka akan mulai
mengenal sifat yang sebenarnya dari obyek itu.
Pikiran tenang sebenarnya bukanlah tujuan akhir
meditasi. Ketenangan pikiran hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk
mengembangkan pandangan terang. Dengan perkataaan lain, ketenangan pikiran
mutlak diperlukan bila ingin mendapatkan “Pengertian Benar” mengenai diri
sendiri dan dunia ini dengan semua proses dan persoalannya.Meditasi ketenangan
melatih pikiran sedemikian rupa ke dalam tingkat konsentrasi yang disebut
‘jhana’ untuk mengembangkan kekuatan batin atau kesaktian.Terdapat 40 macam
obyek meditasi. Untuk melakukan meditasi, yang dapat disesuaikan di antara
obyek tersebut sesuai dengan sifat pribadi seseorang.[11]
Ada empat tahap macam meditasi Theravada, pertama-
pengumpulan pengalaman dari meditasi Triple Gem; kedua- meditasi tubuh; ketiga-
meditasi kehilangan tubuh; keempat- metta.
Ada dua bentuk dasar meditasi Theravada yang paling penting (satiphatana):
1.
Meditasi Samatha adalah perkembangan dari sikap tenang dan konsentrasi dalam berpikir
dengan melatihkan kata yang diucapkan berulang-ulang, juga latihan mengontrol
pernafasan yang merupakan khas Buddha., maksud dari latihan ini adalah memulai
konsentrasi.[12]
Samatha dilakukan untuk menciptakan perkembangan
pikiran dan ketenangan batin yang sejati. Biasanya pikiran berada dalam kondisi
yang berubah-ubah karena adanya gangguan indera, keinginan-keinginan dan
refleksi. Meditasi jenis ini membebaskan pikiran dan mengarahkan ke fokus teretentu.[13]
2.
Meditasi Vipassana adalah memperkembangkan wawasan. Meditasi ini dianggap meditasi
tertinggi dalam aliran Theravada. Tujuannya bukan ketentraman diri, melainkan
berwawasan yang benar, mampu melihat benda atau sesuatu seperti mereka dalam
seluruh “dirinya”.[14]
Vipassana dilakukan untuk memberikan pemahaman
mendalam akan kebenaran terhadap hal-hal yang dapat berubah-ubah (anicca),
penderitaan (dukkha), dan ketidakkekalan (anatman). Vipassana ini lebih tinggi tingkatannya daripada samatha
karena merupakan meditasi buddha yang sangat istimewa dan menghasilkan jenis
pemahaman yang membawa umat Buddha pada pencerahan. Vipassana membentuk dasar
pengajaran dari seluruh inti meditasi Theravada.[15]
Kedua metode tersebut berbeda tujuan, Samatha memiliki
tujuan dasar untuk ketenangan berpikir, menghantar ke arah respon. Sedangkan
Vipassana bertujuan supaya pikiran menjadi tenang dan terfokus, kemudian
terdorong untuk melihat segala yang tampak dan apa yang ada dibalik penampakan
itu.[16]
Para petapa Buddha sering menyatakan kebebasan mereka
dari rasa takut dan cemas yang telah mereka capai dengan meditasi. Asanga dalam
Yogacarbhumi (dalam bagian cintamayi
bhumi) menerangkan kesadaran atau latihan mental yang disarikan dalam empat
tahap meditasi sebagai berikut:[17]
Setelah melepaskan diri dari pencemaran-pencemaran
mental yang utama dan yang sekunder dan juga dari lima hambatan (nafsu,
kehendak jahat, kelambanan dan kemalasan, kebingungan jiwa, penyesalan dan
keragu-raguan) maka,
1. Menjadi bebaslah dia dari keinginan-keinginan, bebas
dari sifat-sifat dosa dan ketidaksalehan, dengan pemahaman khusus dan umum,
setelah mencapai meditasi pertama, dia pun menikmati kegembiraan dan kesukaan
yang muncul dari kebebasan (dari hal-hal yang disebut di atas).
2. Setelah menyatukan pemahaman umum dan khusus,
memurnikan batinya sendiri, dan membuat kesadaran terarah pada satu titik,
setelah mencapai meditasi kedua, dia menikmati kegembiraan dan kesukaan yang
muncul dari samadhi yang bebas dari pemahaman umum umum dan khusus.
3. Setelah melepaskan diri dari kegembiraan itu, dia
merasakan sikap lepas bebas, dengan sadar dan penuh perhatian dia pun mengalami
kesukaan melalui tubuh, seperti seseorang yang dikatakan oleh para leluhur
mulia “dengan sikap lepas bebas dan penuh perhatian ia menikmati kesukaan”
setelah mencapai meditasi ketiga dia tetap bebas dari kesukaan.
4. Setelah melepaskan kesukaan maupun kesusahan, kepuasan
dan ketidakpuasan yang lampau juga lenyap, dan setelah mencapai meditasi
keempat, dia menikamati kemurniaan dan sikap lepas bebas serta kesadaran yang
bebas, baik dari kesukaan maupun kesusahan.
c. Dhyana
Paramita
Mengenal meditasi yang sempurna (Dhyana Paramita)
merupakan bagian dari ajaran enam paramita, yaitu 1)persembahan yang sempurna
(Dana Paramita), 2) Aturan Sempurna(Sila Paramita), 3) tekad yang sempurna
(Ksanti Paramita), 4) Usaha yang sempurna (Virya Paramita), 5) Meditasi yang
sempurna (Dhyana Paramita) dan 6) kearifan yang sempurna (Prajna Paramita). Merupakan
ajaran-ajaran asli Buddha yang kemudian dikembangkan menjadi filsafat Mahayana
yang mengajarkan bahwa melalui disiplin enam paramita ini puncak kearifan batin
seseorang akan tercapai. Dengan kata lain, energi Buddha akan memancar bagaikan
sinar mentari.[18]
Dhyana Paramita yang berarti meditasi yang sempurna,
disiplin ini hampir sama dengan konsentrasi yang benar dalam delapan jalan
mulia. Letak perbedaan diantara keduanya terdapat pada fokus masing-masing
disiplin. Kalau konsentrasi yang benar menitikberatkan pada penelaah pikiran
seseorang ketika bermeditasi, memeriksanya apakah sudah benar atau tidak, maka
Dhyana Paramita memfokuskan pada kesinambungan praktik meditasi dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan utama dari Dhyana Paramita adalah agar selalu berada dalam
meditasi, bukan hanya sewaktu melakukan meditasi biasa dan formal, tapi juga
ketika sedang bekerja atau melakukan kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain kesempurnaan
“meditasi yang sempurna” akan tercapai saat pada tingkat mediatif, walaupun
sedang mengerjakan apapun. Pada tingkat kesempurnaan ini, setiap detik waktu
yang dilewati dalam khidupan sehari-semalam harus dihabiskan dalam kondisi
meditasi, inilah tahap pikiran tertinggi yang harus dicapai melalui disiplin
diri masing-masing.[19]
B. Hari Raya,
Upacara dan Tempat Suci umat Buddha
a. Hari Raya
Buddha mengajarkan bahwa manusia jangan mencari arti
spiritual pada hari-hari raya. Maka itu, umat Buddha tidak terlalu menilai
hari-hari raya itu. Hal yang paling penting adalah sikap batin dari mereka yang
merayakannya. Tanggal dan makna setiap hari raya umat Buddha tergantung pada
tradisi dan kebudayaan masing-masing negara. Banyak hari raya untuk merayakan
kehidupan, pengajaran, dan pencerahan Buddha. Hari raya lainnya digunakan untuk
merayakan Boddhisatva, guru-guru penting atau peristiwa-peristiwa yang terjadi
di dalam sejarah umat Buddha. Sering kali disamping hari-hari raya Buddha ini
ada hari-hari nasional untuk merayakan peristiwa-peristiwa terkait dengan
pertanian. [20]Di
dalam Agama Buddha, terdapat empat hari raya besar yang senantiasa diperingati
umat Buddha. Adapun hari raya yang dimaksud adalah Hari Raya Trisuci Waisak,
Kathina, Asadha dan Maghapuja. [21]
1. Waisak
Umat Buddha merayakan Hari Raya Waisak satu tahun
sekali untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam agama Buddha. Ketiga
peristiwa itu ialah hari kelahiran Pangeran Siddhartha atau Sang Buddha, hari
pencapaian Penerangan Sempurna Sang Buddha, dan hari wafatnya Sang Buddha. Hari
Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India,
Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri
Lanka. Ketiga peristiwa tersebut jatuh pada bulan purnama, bulan kelima
penanggalan bulan. Dalam perayaan hari raya ini, umat Buddha melaksanakannya
pada waktu pagi dan berkumpul di Vihara untuk melaksanakan delapan sila.
Terkadang, sebagian yang lain bergabung dengan ibadah umum untuk rnengikuti
upacara dengan mengambil tiga perlindungan, menjalankan lima sila, membuat
persembahan di altar, atau memanjatkan pujian. Selain itu, mereka juga
rnengikuti prosesi dan pradaksina, serta mendengarkan khotbah Dharma.
2. Kathina
Hari Raya Kathina adalah upacara persembahan jubah
kepada Sangha setelah menjalani Vassa (berdiam di suatu tempat tertentu di
daerah mereka). Hari raya Kathina diadakan tiga bulan sesudah hari Asadha. [22]Jadi,
setelah masa Vassa herakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan
Kathina. Dalam upacara ini, Selain memberikan persembahan jubah Kathina, ummat
Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, serta
berdana untuk Perkembangan dan kemajuan
agama Buddha.
3. Asadha
Hari raya Asadha yang disebut Asadha Puja merupakan
Hari raya yang diperingati dua bulan setelah perayaan Hari Raya Waisak. Hari raya ini bertujuan rnemperingati
penyampai Dharma oleh Sang Buddha untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa
di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 SM. Khotbah pertama yang disampaikan
oleh Sang Buddha tersebut dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma). Dalam
khotbah itu, Sang Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani) yang merupakan
Salah ajaran pokok dalam agama Buddha.
4. Magha Puja
Magha Puja hari besar lainnya yang diperingati oleh
umat Buddha. Hari raya ini bertujuan memperingati disabdakannya Ovddha Patimokha, yaitu inti agama
Buddha dan etika pokok bagi para bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250
arahat, yang kesemuanya ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha, kehadirannya itu
tanpa diundang dan tanpa perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu.
Penyampaian sabda tersebut berlangsung di Vihara Veluvana, Rajagaha.
Untuk memberi hormat pada sang Buddha, setelah mereka
kembali dari tugas menyebarkan dharma. Peristiwa penting kedua terjadi pada
tahun terakhir kehidupan sang Buddha, sewaktu ia berdiam diri di Cetiya Pavala,
di kota Vesali, setelah memberikan Khotbah Iddhipada-dharma
kepada para muridnya dan membuat keputusan untuk meninggal dunia tiga bulan
kemudian.[23]
b. Upacara
Dalam
bermacam-macam upacara yang dilakukan umat Buddha terkandung beberapa prinsip
penting yaitu: (1) menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur sang Buddha
(2) memperkuat keyakinan, (3) membina keadaan batin yang luhur, (4) mengulang
dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Sang Buddha, dan (5) melakukan
anumodhana, yaitu membagi perbuatan baik kepada orang lain.[24]
Ada
beberapa upacara yang dilakukan oleh umat Buddha, diantaranya sebagai berikut:[25]
·
Upacara Tiga
Langkah Sujud
Dalam upacara
ini para Pengikut biasanya berbaris Sebelum terbitnya matahari untuk mengitari
batas tepi Vihara membungkukkan badan sekali setiap tiga langkah, Sambil
mengucapkan mantra-mantra atau nama Buddha sebagai penghormatan. Pada setiap
sujud, Buddha dapat divisualisasikan sedang berdiri di atas telapak tangan yang
terbuka dan disambut dengan hormat. Telapak tangan yang terbuka melambangkan
bunga teratai, lambang merekahnya kesucian (Walaupun akar-akar bunga teratai
berada di lumpur kejahatan, bunganya mekar dengan kesucian dan bersih dari
lumpur). Setiap sujud merupakan penyampaian rasa hormat kepada Sang Buddha.
Pelaksanaan upacara ini cukup panjang. Hal ini bertujuan mengingatkan para
pemeluk agama Buddha pada perjalanan menuju Penerangan Sempurna yang panjang
dan sulit. Selain itu, upacara ini juga mengajarkan umat Buddha hahwa apabila
seseorang memiliki tekad yang kuat, rintangan apa pun dapat ditanggulangi.
·
Upacara
Perpindahan Cahaya
Upacara Perpindahan Cahaya,
dalam upacara ini, umat memegang sebatang lilin yang menyala sambil berjalan
berkeliling batas tepi vihara, objek suci, atau bangunan bersejarah dengan
meditasi berjalan. Mereka memanjatkan mantra atau nama Buddha sebagai pujian.
Upacara ini melambangkan cahaya kebijaksanaan atau menyebarkan kebenaran ke
segala penjuru dunia untuk menghalau sisi gelap ketidaktahuan. Selain itu,
upacara ini memiliki makna menyalakan lampu kebijaksanaan dalam diri seseorang.
Berdasarkan
lima prinsip yang disebutkan di atas, maka upacara umat Buddha pada umumnya
berisi pembacaan parita, melaksanakan samadhi mettabaavana, membahas isi kitab
suci dan khotbah agama buddha yang diselingi lagu-lagu rohani. Upacara tersebut
dilakukan secara harian, mingguan, setiap hari Upasatha, yaitu setiap tanggal 1
dan 15 berdasarkan penanggalan bulan dan pada hari raya agama Buddha.[26]
c. Hari-hari
Uposatha
Hari-hari Uposatha adalah hari-hari yang dihubungkan
dengan fase-fase bulan dan hari-hari khusus lainnya di dalam penanggalan yang
berdasarkan perhitungan bulan. Uposatha artinya “masuk untuk tinggal” dan pada
hari-hari itu umat awam buddha mengenakan pakain khusus, biasannya jubah putih,
dan memasuki vihars setempat untuk bergabubg dengan para rahib dalam mengadakan
puji-pujian dan nyanyian, mereka juga menghabiskan banyak waktu melakukan
meditasi, juga melaksanakan 10 perintah supaya mendapatkan kebaikan dalam
reinkarnasi yang akan datang. Di samping hari-hari utama juga, ada tambahan
hari raya lainnya yang dirayakan oleh umat buddha setempat. Beberapa
diantaranya dihubungkan dengan barang-barang peninggalan Buddha, seperti yang
terkenal adalah perayaan Gigi Suci di Kandy, Srilangka. [27]
d. Tempat Suci
dan Ibadah Agama Buddha
Sebuah tempat bisa dikatakan Sebagai Vihara bila
memenuhi Syarat. Seperti merniliki
minimal satu ruang dhammasala (ruang kebaktian) , kuti (tempat tinggal bikkhu),
perpustakaan, dan ruang khusus untuk khutbah. Vihara yang lebih kecil disebut
Cetya Yang hanya memiliki satu ruang dhammasala (ruang kebaktian) tanpa
Memiliki kuti dan perpustakaan. Sedangkan, Vihara yang lebih besar merniliki taman disebut Arama, biasanya
memiliki minimal satu ruang dhammasala, kuti, perpustakaan, ruang khotbah, dan
Taman. Selain Vihara sebagai tempat ibadah yang disucikan, agama Buddha
memiliki beberapa tempat penting yang juga disucikan. Tempat-tempat tersebut
ialah sebagai berikut:[28]
1.
Taman Lumbini
Taman Lumbini merupakan saksi bisu kelahiran Sang
Buddha. Sant ini, taman yang terletak di Nepal ini dikenal dengan sebutan
Rummindei. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, sekitar 2.500 tahun silam, di
tempat inilah terlahir seorang bayi yang kelak menjadi Sang Buddha
(Bodhisatta). Peristiwa itu terjadi saat bulan purnama di bulan Waisak pada
tahun 623 SM. Saat ini, Taman Lumbini dilestarikan sebagai salah satu tempat
ziarah bagi umat Buddha. Banyak umat Buddha yang mengadakan perjalanan dan
berziarah di tempat ini sebagai penghormatan kepada Sang Buddha. Di taman
tersebut, terdapat sebuah pilar setinggi 22 kaki yang didirikan oleh Raja Asoka
(dulu dinamakan Pilar Rummindei). Pilar ini dibangun untuk memperingati tempat
kelahiran Sang Buddha. Tidak jauh dari tempat tersebut, terdapat sebuah vihara
kecil bernama Vihara Mayadevi. Vihara ini dibangun sebagai penghormatan kepada
ibunda Sang Buddha, yaitu Ratu Mahamaya.
2.
Bodhgaya
Tempat suci lainnya adalah Bodhgaya. Dikawasan yang
terletak di pinggir Sungai Neranjara inilah, sang Buddha memperoleh pencerahan
atau Bodhi . Dahulu, tempat ini.merupakan sebuah hutan yang dikenal Oleh orang
setempat dengan hutan Gaya. Namun, Semenjak Buddha Gautama mencapai Pencerahan
di tempat tersebut. Hutan ini kemudian
populer dengan nama Bodhgaya atau Buddhagaya. Saat ini di tempat tersebut
terdapat sebuah Vihara yang bernama Vihara Mahabodhi, setinggi 52 m. Vihara ini
merupakan vihara terbesar di India. Di bagiian belakang dan barat vihara
tersebut, terdapat pohon bodhi yang diyakimi merupakan dari pohon yang menaungi
ketika bermeditasi dan mencapai pencerahan sang Buddha Gautama. Di dekat pohon
itu, terdapat papan batu pasir berwarna kemerahan yang diyakini sebagai tempat
duduk Buddha Gautama saat bermeditasi.
3.
Taman Rasa Isipatana
Di tempat ini,
terjadi dua peristiwa penting, yaituditerangkan
ajaran Buddha untuk pertama kalinya kepada lima pertapa,yaitu
dhammacakkappavatthana sutta, yang berisi ajaran Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Peristiwa
kedua adalah terbentuknya sangha bhikkhu untuk petama kalinya. Usai
mendengarkan ajaran Dharma dari Buddha, kelima pertapa kemudian memohon kepada
Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu.
Saat ini, Taman Rusa Isipatana lebih dikenal dengan
nama kota Sarnath. Di kota ini, terdapat stupa Dhamekh (stupa Dhmmacakka) yang
dulunya dibangun oleh Raja Asoka. Selain itu Ditempat tersebut juga terdapat
Vihara Mulagandhakuti. Sarnath juga dikenal dengan julukan Pilar Asoka yang
terbuat dan batu-pasir. Tempat ini bermahkota patung singa besar yang merupakan
lambang dari Republik India. Bentuk roda seperti yang terdapat pada Pilar ini
menghiasi tiga warna bendera negara India. Pada Pilar terdapat Pahatan dari titah raja yang berbunyi, “Tidak
ada Seorang Pun yang boleh menyebabkan terpecah-belahnya kubu Para Bhikkhu”.
4.
Kusinara
Tempat tersebut dikenal dengan nama Kushinagar. Di
tempat tersebut, dengan kasih sayangnya, sang Buddha rnempersilakan Subhada
untuk bertemu dengannya. Subhada kemudian menjadi siswa terakhir yang
ditahbiskan sang Buddha sebelum ia parinibbana. Di tempat inilah, pada bulan
purnama Waisak tahun 543 SM, sang Buddha
mengajarkan Dharma untuk terakhir kalinya. Setelah wafat, sang Buddha
pun tidak terikat pada tubuh fisiknya. Sejak itulah, sembari berbaring di
antara dua pohon sala kembar, ia mencapai nibbana tanpa sisa atau parinibbana. Tujuh
hari setelah meninggal, jasad sang Buddha dikremasi di sebuah cetiya. Namun
saat ini, cetiya tersebut hanya tinggal tumpukan batu merah saja. Orang-orang
menyebut cetiya ini dengan Cetiya Makutabhandana atau Stupa Rambhar.
Penutup
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah
disampaikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Doa dan Meditasi dalam agama Buddha merupakan bagian
manifestasi dalam ajaran konsentrasi
yang benar. Seperti yang telah dibahas, Doa dan meditasi adalah dua disiplin
rohani yang dapat digunakan untuk mendapatkan sifat-sifat Buddha. Sifat-sifat
tersebut berupa cinta kasih, budi baik, belas kasih, kebahagiaan dan ketenangan
dari sang Guru. Sekaligus pegamalan dan pengimanan terhadap Tri Ratna, seperti
dalam doa yang mengingat tiga tempat perlindungan, dan juga dalam meditasi
seperti meditasi triple gem.
b. Hari Raya Agama Buddha, perayaan hari raya dalam agama
buddha merupakan bagian tradisi dan kebudayaan dalam rangka memperingati
peristiwa-peritiwa penting di dalam sejarah agama Buddha, seperti Hari Raya
Trisuci Waisak, Kathina, Asadha dan Maghapuja.
Namun perlu diketahui,seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan, hal yang paling penting
dari itu semua adalah sikap batin dari mereka yang merayakannya.
Daftar Pustaka
Dhavamony, Mariasuasai.1995.
Fenomenologi Agama. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Ed. Fajri,
Rahmat,dkk. 2012. Agama- Agama Dunia.
Yogyakarta: Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Imron, M. Ali. 2015. Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia.Yogyakarta:
IRCiSoD.
Keene, Michael. 2014. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Penerbit
PT Kanisius.
Okawa, Ryuho. 2004.Hakikat Ajaran Buddha: Jalan Menuju
Pencerahan.Yogyakarta: Saujana Jogjakarta.
Ed. Sutrisno, Mudji. 1993. Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern.
Yogyakarta: Kanisius.
[5]Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 80
[9] Mudji Sutrisno, Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern,(Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1993),hlm. 131
[11] Yang Mulia Piyananda, Cara Meditasi, diakses dari http://artikelbuddhist.com/2012/07/cara-meditasi.html ,pada 07 Januari 2017
[18]Ryuho Okawa, Hakikat Ajaran Buddha Jalan Menuju Pencerahan,(Yogyakarta: Saujana
Jogjakarta, 2004), hlm. 85
[21] M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2015), hlm.153-154
[22] Ed. Rahmat Fajri,Roni
Ismail, dan Kharullah Zikri, Agama-Agama
Dunia, (Yogyakarta: Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, Studi
Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), hlm.164